Wednesday 11 June 2014

Gerah

Gerah, itu yang kurasakan saat duduk di kursi salon ini. Ruangan yang tak begitu besar, namun ongkos service-nya cukup terjangkau dengan isi kantongku. Siang yang terik mungkin membuat orang enggan keluar rumah, hingga membuat salon yang biasanya sesak karena tarifnya yang murah meriah, menjadi sepi.

"Bisa dibantu, Mba?"tanya si pemilik salon

"Mau potong rambut, Mba," jawabku sambil melepas jilbab.

Tak ada cowok memang, namun perasaanku tetap awas mengingat beberapa minggu lalu dengan santainya seorang cowok masuk ke dalam salon tanpa ada aba-aba *memangnya salon babe gue? Ya ga salah juga, memang ini salon nerima customer cowok dan cewek. Tapi jarang banget ada cowok, makanya aku memilih salon ini. Dan memang benar, beberapa saat kemudian nongol sosok lelaki.

"Permisi, minta tanda tangan," teriaknya beberapa langkah dari pintu. Memangnya ada artis di sini? Aku celingak-celinguk. Untung tuh orang cuma di luar, dengan sigap asisten salon keluar menanganinya. Ternyata itu si tukang laundry lagi ngantar barang.

Sudah mulai bisa tenang sekarang, rambutku sudah mulai disemprot pakai air, dijepit sana sini biar gampang motongnya, dan.. mak jleb dengan cepatnya rambutku jatuh di sela-sela kakiku. Wih, ngebut amat motongnya si mba ini. Padahal ga ada antrian panjang di tempat ini, dan akulah satu-satunya customer saat ini.

"Dok! Dok! Dok!" Suara pintu digedok mengagetkanku. Tampak bayangan besar dari balik pintu kaca, pasti orangnya juga besar. Lagian ngapain juga pintunya digedok, semua orang bebas keluar masuk salon ini. Di pintu kan sudah terpampang tulisan "push" dan "pull", kenapa ga langsung dibuka aja.

"Ya bentar, mba!" tiba-tiba si mba asisten lari tergesa-gesa untuk membukakan pintu. "Loh kenapa dikunci mba?" tanyaku. Ternyata pintunya sengaja dikunci dari dalam.

"Iya mba, kalau ga gitu pintunya terbuka sendiri kalau kena angin," jawabnya

Oh gitu toh, belum selesai mataku puas memerhatikan pintu yang rusak tuh orang sudah main seruduk aja. Perempuan berperawakan tambun dan gendut mendorong pintu dengan kasar. Langkahnya mengguncangkan jiwaku. Ia mendaratkan pantatnya persis di kursi sebelahku, hingga aku bisa merasakan angin yang timbul saat ia mendaratkan tubuhnya.

Orang itu melihat ke arahku sejenak, lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Suara berisik saat tas plastik dibuka sedikit menggangguku. Beberapa saat kemudia ia mengeluarkan sebatang paha ayam goreng dan memasukkan ke dalam mulutnya. Aku tak menoleh sedikitpun, hanya memerhatikan dari cermin di depanku.

"Kriuk, kriuk, krikuk," suaranya sukses menarik perhatianku, dan hebatnya ia tak memerhatikan sekitar, kedua bola matanya fokus pada paha di hadapannya.

"Mba, mau potong rambut juga?" tanya perempuan yang sedang memotong rambutku, padanya.

Ia berhenti mengunyah sejenak, lalu mengangguk tanpa mengeluarkan suara, untuk kemudian menyantap kembali sebatang paha ayam berikutnya. Kali ini aromanya sampai ke dalam lubang hidungku. Amis banget.

Hah, aku langsung lemas, bertambah gerah. Berharap segera bisa meninggalkan tempat ini.
(Rd)


Foto: dokumentasi pribadi. Kalau lagi gerah trus lihat foto ini, rasanya adem kembali. Air dari sumber mata air

No comments:

Post a Comment

Senang sekali Anda sudah mau berkunjung. Jika berkenan meninggalkan komentar di sini tempatnya... terima kasih.