tag:blogger.com,1999:blog-42487296827670582532024-03-13T08:33:27.695+07:00Rosita DaniKumpulan Catatan Harian, Cerpen dan PuisiRosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.comBlogger185125tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-47328776786536223142016-12-09T17:24:00.004+07:002017-06-24T06:47:18.059+07:00Soal KliseKetika saya dihadapkan pada suatu benturan, dalam arti tak ada lagi yang bisa saya lakukan selain menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada, maka pada saat itu saya memaksa diri untuk memahami keadaan. Jika ini tidak saya lakukan maka saya akan menjadi frustasi karena segala sesuatu ada yang mengatur. Saya berusaha memahami bahwa yang saya hadapi tidak lain adalah kehendak illahi yang mengharuskan saya untuk menghadapinya. Bagaimana tidak, jika berbagai cara sepertinya sudah saya coba baik dengan cara halus maupun ‘kasar’ yang tetap menghasilkan kenihilan. Masalah itu tetap ada, berdiri dengan gagahnya mencemooh diri saya seolah-olah ia tembok yang tidak bisa diruntuhkan. Apa yang harus saya lakukan. Apakah harus meruntuhkan tembok di hadapan saya dengan kekuatan yang minim dalam tubuh saya, ataukah harus berbalik arah mencari jalan keluar melalui pintu yang lain. Sepertinya semua sudah pernah saya coba dan masalah itu masih tetap berdiri dengan gagahnya. Lalu apa saya harus berhenti dan menyerah, menyudahi semuanya atau menunggu sesuatu yang saya sendiri tidak tahu itu apa. Pada saat itu saya paksakan diri ini mengerti bahwa tembok di hadapan saya itu memang kehendak illahi, yang pasti memiliki maksud dan tujuan di balik semuanya. Maka jalan satu-satunya mungkin hanya bersabar dan bersabar entah sampai kapan. Bukankah kita diharuskan untuk bersabar setelah ikhtiar telah dijalankan. Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-70987092037902273382015-08-08T19:05:00.001+07:002015-08-08T19:05:19.987+07:00KetikaKetika segala hal tak lagi dapat dijabarkan dengan tuntas, akan ada cara untuk menuntaskan dengan cara yang lain<br />
Ketika ketidakmengertian tetap memenuhi isi kepala, menyerahkan sesuatu itu terjawab dengan sendirinya suatu saat nanti<br />
Ketika berbagai cara telah dilakukan dengan sebaik-baiknya, tak ada yang mampu mempengaruhi hasil akhir kecuali ahlinya<br />
Ketika hati telah lelah menanti dan mencoba, hanya ada hambar dan pasrah pada ilahi<br />
Ketika rasa aman tak lagi didapatkan, mendekat pada Allah selalu menjadi pilihan walau sebenarnya itu kewajiban<br />
Ketika pernah melayang dan berbunga-bunga lalu dijatuhkan secara tiba-tiba hingga berdarah, maka percaya itu tak lagi ada<br />
Ketika seribu alasan dibuat untuk membuat pembenaran yang terasa ganjil, hanya hati yang bisa merasa<br />
Ketika rasa takut itu digugurkan untuk memurnikan kesucian, hati yang tenang akan didapatkan<br />
Ketika Kebangkitan itu diusahakan setelah dicampakkan, Tuhan akan menuntun jalannya<br />
Ketika usia semakin menua, kesadaran menghargai waktu yang tersisa adalah hal yang utama<br />
Ketika sebuah kalimat terasa begitu bermakna, tanda bahwa diri mendewasa<br />
(Rd)<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-70075128227362706842015-08-06T14:25:00.000+07:002015-08-06T14:25:29.359+07:00Yang Biasa Terjadi dalam Pembelian OnlineBagi yang belum pernah membeli secara online pasti rada-rada takut ya saat pertama kali bertransaksi. Saat akan transfer dada rasanya dag dig dug apalagi kalau nominalnya lumayan. Baru selesai transfer langsung memfoto bukti transfer dan mengirimkan fotonya pada seller, meski bagi seller hal tsb tidak seberapa penting karena bisa dicek via sms/internet banking, kecuali bagi seller yang tidak menggunakan fasilitas tersebut.<br />
<br />
Selesai konfirmasi, customer langsung menanyakan kapan barang akan sampai. lalu dijawab seller jumlah hari sesuai estimasi yang dijanjikan pihak ekspedisi. Pihak ekspedisi merupakan pihak di luar seller yang bertanggung jawab akan penyampaian barang, jadi jika ada sesuatu hal misalnya barang belum sampai sesuai estimasi hari yang dijanjikan maka seller hanya bisa membantu sebatas menanyakan posisi barang tersebut pada pihak ekspedisi atau melakukan tracking mandiri.<br />
<br />
Customer yang belum memahami cara kerja ini kebanyakan akan melakukan komplain pada seller atas keterlambatan barang, dan hal ini sering dialami pada toko online. Kecemasan yang berlebihan yang terjadi pada pihak yang baru beberapa kali bertransaski secara online menyebabkan ketidaknyamanan bagi seller. Lain halnya jika pembeli sudah seringkali atau selalu membeli secara online, akan ada kemakluman bahwa keterlambatan berasal dari pihak ekspedisi.<br />
<br />
Pihak ekspedisi juga pasti memiliki alasan yang tepat, kecuali memang ada faktor X di luar hal-hal yang bisa dimaklumi seperti terjadi bencana alam, yang menyebabkan penutupan bandara selama beberapa waktu. <br />
(Rd)Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-77316991670018201262015-08-06T09:07:00.001+07:002015-08-06T09:18:30.516+07:00Menyikapi KeinginanKalau tiap kali suka dengan pakaian yang dikenakan seseorang, lalu ada keinginan untuk memiliki yang serupa itu wajar. Tapi kalau setiap keinginan itu dipenuhi bisa tipis dompetnya. Sikap seperti itu jika tidak dihandle dengan baik akan berimbas pada hal-hal lain. Jika didukung dengan ketersediaan dana tidak akan menjadi beban, namun tidak baik bagi kesehatan jiwa. Akan timbul rasa tidak percaya diri jika tidak memiliki apa yang dimiliki orang lain. Lama-kelamaan, perhatiannya akan terfokus pada perubahan orang lain. Jika si A membeli barang maka ia akan ikut membelinya, jika tidak dirinya akan merasa cemas karena belum bisa menyamai orang lain.<br />
<br />
Pada akhirnya hidup menjadi tidak fokus dengan apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan diri. Kebahagiaannya akan bergantung pada sikap orang laih. Ia akan menjadi pribadi yang berbeda dan tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Kemampuan terpendam yang Allah berikan untuknya akan semakin terkubur, padahal kemampuan tersebut jika digali dan dipupuk akan bisa memberi kebahagiaan.<br />
<br />
Berbeda rasanya jika hidup apa adanya dalam kecukupan. Meski ada keinginan untuk memiliki pakaian baru seperti yang pernah dilihatnya dan didukung oleh ketersediaan dana, tapi jika mampu mengerem keinginan tersebut karena pakaian lamanya masih layak pakai, akan timbul rasa damai dan tenang. Sebab ia sudah berhasil menyingkirkan hawa nafsu.<br />
(Rd)<br />
<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-72961778515605753902015-08-05T20:49:00.000+07:002015-08-05T20:53:08.495+07:00Anak-anak Laksana CerminLihat anak tegang pasti karena tertular sikap ibunya yang tegang. Anak emosian juga tertular dari sifat orang-orang di dekatnya. Nah, saat menyadari anak-anak saya lebih banyak marah dan nangis, sumbernya pasti lebih banyak berasal dari saya karena lebih banyak bersama bundanya. Jadi cepat-cepat saya instrospeksi, meraba-raba apa yang sudah terucap dari bibir ini, sikap apa yang secara tidak sengaja saya contohkan di hadapan mereka. <br />
<br />
Skill untuk mengelola batin agar tidak selalu meluapkan hal-hal negatif yang dirasakan membutuhkan pembelajaran terus-menerus. Membayangkan ada semacam filter seperti saringan santan dalam dada ini, agar ampas atau kotorannya tidak ikut keluar. <br />
<br />
Kadangkala beban pekerjaan rumah tangga, tuntutan DL menulis, dan tanggung jawab lain yang menguras tenaga dan pikiran membuat fokus ibu tidak bisa jernih, lalu menyesal pada akhirnya. Membayangkan bahwa diri ini seorang ibu super yang mampu memanage jiwa, raga serta pikiran agar memberi kekuatan untuk menyelesaikan semuanya. <br />
<br />
Perlahan berusaha membenahi diri, menenangkan hati dan pikiran agar tidak menjadi lebih keruh. Tarik nafas dalam-dalam lalu mencoba untuk tersenyum sambil menatap anak-anak. Saya merasakan aura positif memancar dari wajah mereka. Anak-anak memang cermin bagi orang tuanya.<br />
(Rd)Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-18550534158459203162015-05-06T08:18:00.001+07:002015-05-06T08:43:43.008+07:00Jika Kenyataan Tak Sesuai Harapan1. Melawan<br />
Langkah awal yang masih bisa diusahakan adalah melawan. Insting pertama manusia jika keinginan tak berwujud nyata biasanya adalah berontak. Jika melakukan reaksi seperti ini kemungkinan yang timbul ada dua. Yang pertama, orang lain akan menuruti kemauan kita setelah argumentasi dan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi jika keinginan kita tidak terkabul. Yang kedua adalah orang lain justru akan memasang benteng pertahanan agar kita tidak bisa lagi memaksakan kehendak. Jika kita meneruskan langkah ini maka perseteruan akan bertambah sengit.<br />
<br />
2. Diam<br />
Melawan keadaan hanya akan memperburuk situasi, persepsi seperti inilah yang biasanya dilakukan oleh orang yang cinta damai. Apakah diam berarti kalah? Mungkin kita kalah di mata orang lain namun kita adalah pemenang bagi diri sendiri karena telah berhasil mengalahkan hawa nafsu berupa amarah. Bukankah musuh terbesar manusia adalah hawa nafsunya sendiri? Tidak menjadi persoalan bagaimana cara manusia memandang, namun utamakan pemikiran bahwa sang maha pencipta lebih menghargai dan menyayangi hambanya yang berada di jalan-Nya.<br />
<br />
3. Ikhlas<br />
Merelakan suatu keadaan agar berjalan meski tak sejalan dengan kata hati membutuhkan pengorbanan berupa keikhlasan hati. Sangat sulit menerapkan kata kerja ini, dan memerlukan waktu untuk berlatih. Ikhlas adalah langkah lebih lanjut yang dilakukan setelah melakukan langkah diam. Ikhlas merupakan salah satu cara untuk berdamai dengan keadaan, dan merupakan terapi jiwa yang harus dilakukan agar hati yang tersakiti menjadi pulih kembali.<br />
(Rd)<br />
<br />
<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-14662134971284583062015-05-04T12:01:00.001+07:002015-05-04T12:05:26.438+07:00Situasi yang Terjadi Di luar KendaliDengan lebih banyak diam, energi positif akan lebih banyak terserap. Hal-hal yang bergerak di sekitar kita akan bisa kita perhatikan dengan seksama. Kita bisa melihat, mendengar dan merasa dengan lebih bijaksana.<br />
<br />
Pernahkan merasa hari-hari dipenuhi rasa berkecamuk tak berkesudahan? Bos menghakimi dan berbicara satu arah tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan latar belakang keputusan yang kita ambil namun salah di mata mereka. Atau status di media sosial yang kita tulis tiba-tiba mendapatkan komentar miring yang membuat perseteruan tiada habisnya. Benar-benar situasi tanpa terduga yang tanpa pernah kita tahu akan membuat hari-hari menjadi terasa sangat melelahkan.<br />
<br />
Pernahkan berada dalam situasi di mana orang-orang di sekitar lebih banyak berteriak, berdebat dan berkeluh kesah, yang secara tidak langsung juga mempengaruhi baik dan buruknya suasana hati kita? Ada dua pilihan yang bisa kita ambil. Pilihan pertama, ikut berteriak dan berdebat hingga api yang kecil semakin membesar. Pilihan kedua, adalah diam. Diam bukan berarti menyerah atau tanda setuju dengan perlakuan dan sikap tidak baik yang bertentangan dengan pemikiran dan batin kita. Diam, lebih pada sebuah pertahanan, yang akan meredam emosi tidak baik yang kemungkinan besar akan tersulut jika kita memilih masuk dalam perseteruan tiada guna.<br />
<br />
Ada banyak yang ingin dilakukan, ditulis, dan disampaikan, namun jika diekspos untuk bisa dibaca dan dirasakan oleh banyak orang perlu difilter terlebih dahulu. Perlu <i>skill </i>untuk bisa meluapkan rasa dengan bijaksana, karena apa yang kita tulis atau katakan akan berpengaruh pada orang lain.<br />
<br />
Bagaimana jika sebaliknya, bagaimana jika kita yang terpengaruh suasana hati orang lain akibat sebuah kalimat yang ditulisnya? Hal-hal yang terjadi di luar kendali dan tidak bisa diprediksi sebelumnya telah menciptakan <i>bad mood</i>, apalagi terjadi pada jam-jam awal di pagi hari saat kita baru saja memulai rutinitas. Tiba-tiba muncul keinginan untuk lari dari situasi yang sedang terjadi di depan mata. <br />
<br />
Tarik nafas dalam-dalam lalu diam. Bukan diam selamanya, namun diam sementara, sebagai langkah awal sikap aman yang tidak memungkinkan kita untuk bersikap gegabah. <br />
(Rd)<br />
<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-11939663136744637862015-04-30T17:57:00.000+07:002015-04-30T18:03:11.663+07:00#BeraniLebih Berbeda dari Hal yang Dianggap UmumKehidupan normal yang dianggap wajar oleh sebagian orang, sempat menjadi tujuan hidup saya. Lulus kuliah lalu bekerja, setelah itu menikah dan memiliki anak. Sama sekali tidak terpikirkan untuk meninggalkan karir yang sudah dirintis susah payah mulai nol dengan kemampuan diri sendiri. Tidak memakai bantuan orang dalam meskipun saya memiliki koneksi dalam suatu instansi ternama yang tidak lain adalah saudara sendiri.<br />
<br />
Berbekal rasa percaya diri dan semangat menggebu-gebu, saya merangkak sekuat tenaga hingga mendapatkan penghasilan sendiri. Sejak tidak bergantung pada orangtua saya merasa sangat lega. Siapa yang menyangka jika setelah menikah dan melahirkan dua orang putri, saya justru lebih nyaman untuk selalu berada di dekat anak-anak. Rencana untuk kembali bekerja setelah anak-anak lahir pun kandas. Di saat kedua adik saya melejit dengan karirnya masing-masing, saya sebagai anak tertua justru melepas karir yang cemerlang.<br />
<br />
Sedikitpun tak ada rasa takut untuk terpuruk meski sempat dijuluki sebagai anak yang paling gagal dari tiga bersaudara. Sedih, sakit hati dan kecewa sempat terlintas namun tetap saja bisa kembali fokus pada apa yang paling penting di hadapan saya saat ini, yaitu anak-anak. Berani menjadi berbeda dengan saudara-saudara saya merupakan langkah awal untuk tidak selalu mengikuti pemikiran orang lain yang dianggap wajar namun bertolak belakang dengan kata hati saya.<br />
<br />
Setelah anak-anak mulai memasuki usia sekolah, saya mulai mendaftarkannya pada sebuah kelompok bermain. Awalnya hanya agar si anak belajar bersosialisasi namun pada kenyataannya karena sesuatu hal anak-anak saya sempat tidak mau sekolah. Tidak terbersitpun pemikiran untuk memaksa mereka masuk kelas saat mereka merasa tidak nyaman. Mungkin karena pergaulan yang dirasa masih sulit untuk mereka masuki, atau karena tekanan dari suasana sekolah yang asing, anak saya menjadi tidak mau sekolah. Meski pihak guru menegur saya karena dianggap menyerah pada kemauan anak, saya tetap bersikukuh untuk tidak memaksa si anak sekolah. Saya sungguh tidak tega melihat anak saya menangis dalam kelas hingga ia meraung-raung dan mengulurkan tangannya pada saya yang terpisah oleh tabir kaca.<br />
<br />
Saya juga tidak terlalu menurut pada saat pihak guru tidak memperbolehkan orangtua menunggui putra-putrinya di sekolah. Saya merasa ini adalah hak saya sebagai orangtua, menunggu si buah hati di luar kelas hingga selesai jam kelasnya. Kapan lagi saya bisa sedekat ini dengan anak jika tidak sekarang. Selagi sempat, saya akan memberikan waktu untuk anak-anak saya. Usia manusia tidak ada yang bisa menerka.<br />
<br />
Di sekolah taman kanak-kanak itu, di saat teman-teman anak saya sibuk mendapatkan pelajaran tambahan sepulang sekolah, saya justru membiarkan anak-anak saya bebas setelah jam pelajaran usai. Tidak ada les pelajaran untuk kedua putri saya yang masih duduk di PAUD. Sayalah yang akan memberi mereka pelajaran tambahan, itupun melihat situasi hati mereka. Saya tidak mau latah seperti orangtua lain yang cemas jika putra-putrinya tidak bisa calistung meski masih duduk di bangku TK. #BeraniLebih berbeda dari orang lain sepanjang yakin bahwa langkah saya tepat, akan selalu saya lakukan.<br />
<br />
FB : Rosita Dani<br />
Twitter : @rositazh<br />
<br />
<a href="https://www.facebook.com/lightofwomen/photos/pb.668299303231302.-2207520000.1429408166./864009523660278/?type=1&theater">Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Tulisan Pendek #BeraniLebih Komunitas @Light of Woman<br />
</a><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFdzy0D3xL0lZzsN7-XsQYfddT46GUjXPTgLjJeVR3SdV19A1gBTEhY1lJNp7_ZO09UlsXlgHwkZZ2Z15wyCQ0ecfMHVO-FzuFZyLhrqXxoDn0F013UvbonrYAdoJ-7-y4ROfoD5ECKc05/s1600/fb_20150413_15_29_46_saved_picture1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFdzy0D3xL0lZzsN7-XsQYfddT46GUjXPTgLjJeVR3SdV19A1gBTEhY1lJNp7_ZO09UlsXlgHwkZZ2Z15wyCQ0ecfMHVO-FzuFZyLhrqXxoDn0F013UvbonrYAdoJ-7-y4ROfoD5ECKc05/s320/fb_20150413_15_29_46_saved_picture1.jpg" /></a></div>Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-10391389551594615532015-04-30T13:09:00.003+07:002015-04-30T13:13:12.531+07:00Keliru dalam Memilih PartnerKadangkala sebagai manusia yang tidak sempurna, kesalahan dalam menjatuhkan pilihan itu kerap kali terjadi dalam berbagai hal. Bagi saya, jika kesalahan kembali terulang hingga tiga kali berturut-turut bahkan lebih untuk hal yang sama merupakan sinyal untuk memperbaiki kualitas diri. Perlu diperhatikan untuk tidak terlalu cepat mengambil keputusan dalam waktu singkat meski sedang dihadapkan pada situasi layaknya memilih kucing dalam karung. Gampang-gampang susah, karena hanya berbekal insting yang terasah.<br />
<br />
Memilih berteman dengan orang yang baru dikenal kurang lebih sama, apalagi teman tersebut yang akan menjadi partner dalam kerja. Saat dihadapkan pada kebebasan dalam memilih partner, maka saya akan menyeleksi beberapa teman. Meski saya tidak tahu bagaimana kemampuan teman tersebut dalam bidang yang belum pernah saya kerjakan bersama sebelumnya.<br />
<br />
Jika di tengah jalan ternyata pekerjaan rekan kerja tersebut menunjukkan hasil yang tidak sesuai harapan, maka sudah menjadi resiko yang harus saya terima. Di sisi lain, saat itulah saya merasa telah salah menjatuhkan pilihan, untuk kemudian menjadikan diri lebih selektif di kemudian hari. Itupun jika masih ada kesempatan lain.<br />
<br />
Bagaimana jika partner kerja tersebut bersifat permanen atau dalam jangka waktu yang lama? Akankah kita mengorbankan apa yang menjadi cita-cita hidup hanya karena tidak mendapatkan partner yang tidak sesuai. Semuanya kembali pada persoalan hati. Apapun yang terjadi di luar sana,tidak akan menjadi masalah besar jika kita tahu bagaimana berkompromi dengan diri sendiri.<br />
(Rd)<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-55918308556298207842015-04-29T09:11:00.002+07:002015-04-29T09:17:23.744+07:00Menanamkan Disiplin pada AnakAnak-anak mudah memiliki rasa trauma. Sedikit saja perkataan keras diarahkan padanya, ingatannya akan mengabadikan <i>moment </i>yang tidak nyaman tersebut. Komitmen untuk menjaga perasaan si kecil yang masih halus dan rentan akan pergolakan batin akan membuat orangtua berpikir seribu kali sebelum membentak atau bahkan memukul.<br />
<br />
Ingatan anak-anak sangat kuat. Otaknya akan merekam kenangan manis maupun buruk di masa lalu dan akan terbawa hingga ia dewasa. Masa-masa di mana kita sebagai orangtua memiliki kontribusi yang besar dalam membentuk karakter anak harus dipergunakan sebaik-baiknya untuk meminimalisir kesalahan dalam mendidik. Pengetahuan tentang pola asuh anak dan pengetahuan lain yang berhubungan dalam meningkatan peran serta orangtua terhadap kualitas pertumbuhan sikecil harus terus digali. Tidak ada alasan untuk berhenti belajar sebagai orangtua. Pergaulan anak dari waktu ke waktu mengalami perubahan, tidak bisa disamakan dengan pola asuh yang diterima orangtua di masa lalu.<br />
<br />
Pendekatan yang halus namun dilakukan terus-menerus secara tidak langsung akan menanamkan sugesti pada anak bahwa apa yang dikatakan padanya pantas untuk diikuti. Ketelatenan, kesabaran dan komitmen untuk terus berjuang memberikan yang terbaik pada si buah hati tidak akan pernah sia-sia, meski dalam prosesnya membutuhkan energi yang sangat besar.<br />
<br />
Anak-anak mudah meniru apa yang dikatakan maupun dilakukan teman-teman sebayanya. Anak-anak juga kerap kali mengikuti kebiasaan orang-orang dewasa di sekitarnya. Contoh yang mudah adalah ketika orang tua terbiasa tidur malam, biasanya anak akan mengikuti kebiasaan tersebut. Begitu pula jika orang tua terbiasa bangun pagi, anak akan terbiasa dengan pola jam tidur orangtuanya.<br />
<br />
Cara kekerasan yang diterapkan agar anak berbuat sesuai kehendak orangtua hanya akan membuat anak trauma. Anak-anak akan melakukan sesuatu karena merasa takut, bukan karena kesadaran. Selain itu masa kanak-kanak mereka akan menjadi masa-masa yang tidak menyenangkan. Jika di usia belia merasa tertekan, dikhawatirkan mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah stres di masa remaja, dan berlanjut hingga usia dewasa.<br />
<br />
Tugas kita sebagai orang tua adalah mencari jalan, bagaimana caranya agar anak-anak bersikap disiplin tanpa paksaan atau tekanan. Bagaimana caranya agar anak-anak bahagia melakukan apa yang harus dilakukan untuk dirinya sendiri dan orang lain. Perkembangan tiap anak berbeda-beda, tidak bisa dibanding-bandingkan. Ada anak yang memiliki perasaan sangat halus, dengan hanya satu kali peringatan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Namun ada juga yang harus berulang-ulang diingatkan hingga bisa merubah tingkah lakunya. Sebagai orangtua yang memiliki ikatan batin, pasti mengetahui cara terbaik dalam menanamkan disiplin pada anak-anaknya.<br />
(Rd)<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-34719571441745783982015-04-20T09:19:00.004+07:002015-04-20T09:19:51.369+07:00Rasa yang BerlanjutMembiarkan sesuatu terjadi di luar radar, sama seperti melepas buah hati dalam pengawasan yang lebih longgar. Kita tidak tahu apa yang terjadi pada mereka dan mengisi keyakinan dengan pikiran-pikiran positif bahwa mereka akan baik-baik saja. <br />
<br />
Seberapa baik keadaan hati kita setelahnya tergantung pada seberapa besar rasa ikhlas itu menguasai relung jiwa. Di sini saya dituntut untuk memiliki ketrampilan mengolah pikiran dan rasa. Pada awalnya sungguh terasa berat. Sama dengan saya melawan diri sendiri, karena yang berperan pada kelangsungan kebahagiaan saya adalah diri saya sendiri. Baik buruknya yang terjadi di luar sana tak bertangung jawab pada baik buruknya keadaan jiwa saya. Maka ikhlas dan menyerahkan sesutu itu terjadi dalam pengawasan sang maha ghaib menjadi penentram jiwa. <br />
<br />
Di setiap bangun pagi, saya masih harus menggenapkan pikiran dan rasa setelah melompat dari dimensi sebelumnya. Perlu beberapa waktu untuk mengalirkan niat apa-apa saja yang akan saya kerjakan hari ini. Jika pada malam sebelumnya saya tidak berhasil membuat tentram jiwa saya sendiri, maka rasa itu akan berlanjut pada pagi hari ini. Seperti menekan tombol play dari sebuah film yang berhenti oleh tombol pause sebelumnya. Rasa baik atau buruk di malam sebelum kita tidur akan kita rasakan kembali. Maka dari itu, saya berusaha berdamai dengan diri sendiri setiap akan mengarungi bahtera mimpi sebelum rasa itu benar-benar menguasai hari-hari berikutnya. <br />
(Rd)<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-87768228775153760472014-11-27T20:34:00.001+07:002014-11-27T20:34:15.489+07:00KonsentrasiKadar pemahaman seseorang tidaklah sama. Dalam membaca buku misalnya, ada yang sekali teguk sudah menyelesaikan beberapa lembar halaman. Ia sudah mengerti isi bacaan dalam beberapa detik. Namun ada pula yang sampai berulang-ulang membaca baru bisa menangkap inti bacaan.<br />
<br />
Konsentrasi dalam beraktivitas sangat menentukan. Bagi yang terbiasa melamun dan membuang waktu tanpa aktivitas biasanya merasa kesulitan dalam memulai konsentrasi. Hanya butuh niat dan tekad sebenarnya. Lalu bersedia mengorbankan energi untuk menyerap ilmu dalam bacaan. Biasanya kita akan menarik nafas panjang setelah beberapa menit tenggelam dalam aktivitas membaca. Tiba-tiba perut terasa lapar dan tenggorokan kering. Itulah tanda bahwa energy telah meluap. Sangat disayangkan bila tidak ada esensi apapun yang bisa ditangkap setelah waktu berlari dan energi menguap.<br />
<br />
Konsentrasi, menjadi awal pembuka yang menentukan apakah aktivitas yang kita lakukan membuahkah hasil sesuai yang diharapkan atau tidak. Untuk mendapatkan sesuatu diperlukan pengorbanan. Tidaklah mungkin hanya dengan berleha-leha maka kita bisa memahami isi buku tertentu. Hanya dengan mengedipkan mata lalu pemahaman itu bisa masuk ke dalam otak.<br />
<br />
Haha. Saya jadi teringat masa-masa dulu waktu masih anak-anak. Ada teman yang menyarankan agar menuliskan rumus yang kita ingin hafal ke dalam secarik kertas. Lalu tenggelamkan kertas tersebut ke dalam segelas air, dan saya disuruh meminum airnya. Apa yang terjadi? Tentu saja saya masih tidak bisa mengingat rumus itu. <br />
<br />
(Rd)<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-91478985267692266182014-10-21T11:13:00.001+07:002014-10-21T11:13:20.934+07:00Bun, Ini Foto SiapaBeberapa foto itupun tercecer, setelah sebuah album foto lawas terjatuh dari rak buku. Gadis kecil 3 tahun itu sedang ingin mengobrak-abrik buku-buku yang sudah lama tak tersentuh. Rak buku nomer 3 dari bawah berhasil menarik perhatiannya, tingginya hampir sama dengan dirinya. Ia mengambil beberapa buku, lalu menarik semuanya hingga berjatuhan. <br />
<br />
"Bun, ini foto siapa?" tanyanya sambil memungut beberapa lembar foto. Aku yang masih tenggelam dalam dunia fiksi hanya menoleh sejenak lalu membenamkankan muka dalam halaman buku. Kulirik sejenak apa yang tercecer itu, rasa ingin tahuku memuncak. Kuhampiri sang bocah.<br />
<br />
Aku terhenyak sesaat, saat foto-foto itu tercecer. Tubuhku membungkuk perlahan sambil berusaha menangkap setiap wajah dalam lembaran usang itu. Tak membutuhkan waktu lama, aku segera mengingatnya. Kedua ujung bibirku terangkat, senyumku mengembang. Seketika memori ini terlempar jauh ke masa 17 tahun silam, saat dimana usiaku tepat 17 tahun. <br />
<br />
"Bunda..! Ini siapaaa...?!" Si kecil masih memegang erat beberapa sisa foto, dan aku segera bangkit dari lamunan. Ia menyodorkan beberapa wajah familiar, yang selalu membuat jantung ini berdegup kencang. <br />
<br />
Kembali ingatan itu membayang, saat dimana aku dengan susah payah menyorotkan kamera kodak langsung dari arena konser. Saat dimana aku terjepit di antara lautan ABG yang sedang mabuk kepayang. Remaja-remaja yang sedang terhipnotis dengan ketampanan dan kharisma 5 lelaki tertampan dari Irlandia. Wow, tak peduli tubuhku tergencet dan bermandikan keringat, kamera itu kuarahkan pada mereka, dengan kedua tangan terangkat dan kaki menjinjit. <br />
<br />
Berulang kali tubuh ini limbung terdorong ke depan dan belakang. Bahkan berulangkali terbawa arus ke sana kemari sampai tergencet dan sesak nafas, kedua tangan ini masih mempertahankan sebuah kamera jadul hanya untuk mengabadikan keberadaan mereka di atas panggung. <br />
<br />
Kedua mataku mengembun, jeda, tanpa suara.<br />
<br />
"Bun...bun...ini foto siapa?" <br />
<br />
(Rd)<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj98drVz35pd3ViDkpx5XjWEGM2MDNceG99s-0ab0BDFNF66XOeFsoeTkfUJ1cfl4NrvXBqmYxx56No9fMSTwsjPFQSuWW3fGgN-WVFsvyIjFAx4y_NAohM8wxnnt6IL30s0g2FYbP0LwHG/s1600/music_boyzone_1.jpg" imageanchor="1" ><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj98drVz35pd3ViDkpx5XjWEGM2MDNceG99s-0ab0BDFNF66XOeFsoeTkfUJ1cfl4NrvXBqmYxx56No9fMSTwsjPFQSuWW3fGgN-WVFsvyIjFAx4y_NAohM8wxnnt6IL30s0g2FYbP0LwHG/s320/music_boyzone_1.jpg" /></a><br />
foto dari <a href="http://www.digitalspy.co.uk/tv/news/a527848/dannii-minogue-to-host-boyzone-at-20-anniversary-show.html#~oTiDhmSWz3y2Dl">sini</a><br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-12838411786921050032014-10-11T13:47:00.000+07:002014-10-11T13:47:45.423+07:00Aksi Membuat KueBangun tidur pagi tadi sudah terpikir untuk baking. Meneruskan baking sebelumnya yang menurut saya masih jauh dari sempurna. Memang tidak ada yang sempurna, namun setidaknya mendekati penampakan seperti yang ada di majalah-majalah itu loh...hihi. Kalau soal rasa sih dijamin sudah top markotop, karena saya menggunakan bahan-bahan yang berkualitas. Tapi soal bentuk, masih perlu banyak belajar.<br />
<br />
Kali ini saya akan membuat kue sus. Dulu, pertama kali membuat kue ini hasilnya sangat mengecewakan, tidak mengembang sempurna alias bantat. Kecewa? Tidak juga... karena saya sudah memperkirakan hal tersebut sedikit banyak pasti akan saya alami. Soal rasa, hemm...tetap enyaaakk.. Ludes juga kue bantat dimakan anak-anak hihi...<br />
<br />
Berikutnya mencoba lagi, hasilnya sukses masih bantat haha... Makin penasaran aja dibuatnya sampai tidak bisa tidur 7 hari 7 malam, halaah... Berikutnya lagi sudah bisa mengembang walau tanpa pengembang buatan. Horeeee! Tapi kuenya lengket di loyang, tidak bisa diambil, alamaaaak... jadinya bolong-bolong deh waktu diangkat. *nangis bombay<br />
<br />
Berikutnya, untuk yang kesekian kali saya mulai berdamai dengan keadaan. Ada satu resep jitu yang mempengaruhi proses baking, harus dilakukan dengan hati riang! Wow... jadi kalau lagi bad mood atau capek setengah hidup, mending jauh-jauh deh dari oven.. *hush. Ternyata oh ternyata, berhasil saudara-saudari... Ini ada beberapa foto yang sempat saya abadikan dari pawon RD.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcx4uXSlZ3a6RNpRqmQpZjVj_4B4BU3Icus50aTFHQDEflU62ARzuHh3BSdYycAeEZfkwFf0kEa2yRJsSIRln6kR0Ot1VAddIlorQrCN6SCFJc10JWvRTi6yBhOZkAqZmmZI7GeqPnMfJt/s1600/10726564_10202958218576755_276151599_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcx4uXSlZ3a6RNpRqmQpZjVj_4B4BU3Icus50aTFHQDEflU62ARzuHh3BSdYycAeEZfkwFf0kEa2yRJsSIRln6kR0Ot1VAddIlorQrCN6SCFJc10JWvRTi6yBhOZkAqZmmZI7GeqPnMfJt/s320/10726564_10202958218576755_276151599_n.jpg" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUbHwqccxg5oXAVG_H105cxRCriHFotVnERSLxcNOhUCRdNjwkDfyy9NfjC-qOok-wnAUD1uS_1gu_A3uiIPJPrWb05YRgG5dERWPvbB7Lg6fdXVBNxkHJn6pddIMkReGfrnkSdijtnNnS/s1600/10721371_10202958218696758_407391825_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUbHwqccxg5oXAVG_H105cxRCriHFotVnERSLxcNOhUCRdNjwkDfyy9NfjC-qOok-wnAUD1uS_1gu_A3uiIPJPrWb05YRgG5dERWPvbB7Lg6fdXVBNxkHJn6pddIMkReGfrnkSdijtnNnS/s320/10721371_10202958218696758_407391825_n.jpg" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0jUWK9iz044f6TH1KNY78qHI18BirTiInMgka-yk8aC-nCYEJu_n-LoamloLUs6CY1MPBfWEpaolxOFwxBD_1NWcP5Ouj0Wp31KyqQwh0rP7rtVd8UqIiIz8NQuj7JERdBT_YwOnoE7ho/s1600/10726619_10202958218856762_1337299182_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0jUWK9iz044f6TH1KNY78qHI18BirTiInMgka-yk8aC-nCYEJu_n-LoamloLUs6CY1MPBfWEpaolxOFwxBD_1NWcP5Ouj0Wp31KyqQwh0rP7rtVd8UqIiIz8NQuj7JERdBT_YwOnoE7ho/s320/10726619_10202958218856762_1337299182_n.jpg" /></a></div><br />
<br />
(Rd)Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-45139964482073606912014-10-09T16:15:00.001+07:002014-10-09T16:22:23.007+07:00Antara Perolehan dan UsahaMemang ya, sepanjang pengamatan saya tentang perolehan dan seberapa besar usaha untuk mendapatkan sesuatu berbanding lurus. Sebesar apa yang kita usahakan maka akan sebesar itu pula hasil yang kita dapatkan. Jika ada cara-cara curang untuk mendapatkan hasil yang besar dengan usaha yang kecil mungkin pernah ada, namun tidak akan bertahan lama. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxBmKs48t0pdw5FDNMVXSKsi8IVj8PnoKopwFIbQp25gbFcLJEPPK4XTHGD7vi1gAM1q3cintsmLCqGxIYVEr5Nr8rwD9szwoyQZ2NsloOdWVbBG6No-xCQb2NzMYJ_o2ljfmPSASteqVD/s1600/stock-illustration-9251232-suspicious-behavior-birds.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxBmKs48t0pdw5FDNMVXSKsi8IVj8PnoKopwFIbQp25gbFcLJEPPK4XTHGD7vi1gAM1q3cintsmLCqGxIYVEr5Nr8rwD9szwoyQZ2NsloOdWVbBG6No-xCQb2NzMYJ_o2ljfmPSASteqVD/s320/stock-illustration-9251232-suspicious-behavior-birds.jpg" /></a></div>Gambar dari <a href="http://www.istockphoto.com/vector/suspicious-behavior-birds-9251232?st=a484f15">sini</a><br />
<br />
Lihat saja orang-orang yang mendapatkan pekerjaan tidak dengan hasil usahanya sendiri, ada unsur nepotisme atau kecurangan lain untuk mendapatkan sesuatu. Kehidupan orang-orang seperti ini biasanya dipenuhi konflik. Cepat atau lambat pekerjaan tersebut akan hilang dari kehidupannya, entah karena tidak adanya ketenangan hidup, hingga membuatnya tidak betah lalu akhirnya mundur. Bisa juga adanya permasalahan intern dengan rekan kerja atau konflik dalam rumah tangga yang disebabkan tidak barokahnya pendapatan untuk menghidupi keluarga, dsb. Saya percaya ada suatu ketidakberkahan dalam rejeki yang ia hasilkan dari sesuatu hal yang didapatkan tidak sebagaimana mestinya. <br />
<br />
Manusia diberikan rejeki oleh Tuhan sesuai dengan jerih payahnya. Jadi segala apa yang tidak sesuai dengan besarnya usaha dan ternyata bisa diperoleh dengan cara curang bukanlah sesuatu yang patut untuk dipertahankan.<br />
<br />
(Rd)<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-63699552434566831222014-09-25T11:50:00.000+07:002014-09-25T12:03:25.160+07:00Hati-hati dengan Keselamatan Anak KitaBaru beberapa minggu lalu saya mendapat broadcast BBM yang isinya tentang penculikan anak di kota lain. Pagi ini sewaktu mengantar anak sekolah, wali murid sedang heboh memperbincangkan usaha penculikan anak yang terjadi di lingkungan sekolah. Beruntung anak tersebut selamat karena meronta dan berontak, dan si penculik berhasil kabur ke arah jalanan yang sepi.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbeiOic4HFAdWUHnmA5BlvU6Svuy-VNnanYs1i2Y24mb_QM5ZJXdWBHPCy3xA9ZyMSe5v6XldJALoytH6wkZ7BnDSWeyxnNrdsZW0W6spVo-8a5bpzo0o7jD0Af1xYecxF05QSXfvSeO7X/s1600/stock-photo-5372468-walking-the-offspring.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbeiOic4HFAdWUHnmA5BlvU6Svuy-VNnanYs1i2Y24mb_QM5ZJXdWBHPCy3xA9ZyMSe5v6XldJALoytH6wkZ7BnDSWeyxnNrdsZW0W6spVo-8a5bpzo0o7jD0Af1xYecxF05QSXfvSeO7X/s320/stock-photo-5372468-walking-the-offspring.jpg" /></a></div>foto dari <a href="http://www.istockphoto.com/photo/walking-the-offspring-5372468?st=2b13862">sini</a><br />
<br />
Kalau sudah begitu, siaga 1 siap dijalankan, bukan siaga 2 apalagi 3. Langsung saja tancap gas dengan memberikan perlindungan pada buah hati. Yang perlu diperhatikan oleh orang tua atau siapa saja yang diberi amanah untuk mengantar jemput anak adalah : <br />
• jangan biarkan anak yang masih kecil berangkat dan pulang sendirian terutama yang duduk di kelas PAUD<br />
• jangan sampai telat menjemput begitu jam pelajaran sekolah berakhir<br />
• beri pengertian pada anak agar tidak mudah percaya dengan bujuk rayu orang yang tak dikenal. Biasanya penculik membujuk korban dengan permen atau makanan kesukaan anak-anak. Yakinkan anak untuk tidak dengan mudah menerima ajakan orang asing untuk diantar pulang ke rumah<br />
• bila ada kemungkinan telat menjemput dikarenakan suatu hal lebih baik menelepon pihak sekolah atau bapak/ibu guru agar menjaganya sejenak sampai orang tua tiba di sekolah<br />
<br />
Sudah banyak kejadian di sekitar kita, entah itu berita abal-abal ataupun memang benar pernah terjadi. Namun tidak ada salahnya bersikap preventif, sebab mencegah jauh lebih baik daripada menyesal di kemudian hati, hati-hati dengan keselamatan anak kita.<br />
<br />
(Rd)<br />
<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-39236734034688252682014-09-11T09:12:00.002+07:002014-09-12T11:42:46.709+07:00Tegar atau CengengKarakter orang itu bermacam-macam. Ada yang tegar, ceria, gigih dalam berusaha, selalu terlihat bersemangat dan percaya diri, dan ada juga yang sebaliknya, sering tampak murung, mudah bersedih, mudah nangis, mudah marah, mudah meledak-ledak dsb. <br />
<br />
Tergantung dari bagaimana cara seseorang memandang suatu persoalan, apakah ia menilai sesuatu sebagai masalah, sebagai tantangan atau hal sepele. Dari cara memandang sesuatu tersebut maka tindakan atau reaksi yang timbul dari masing-masing orang juga beragam. Ada yang merasa tersinggung, ada yang marah, ada yang mencoba untuk bersabar, ada yang berusaha bertahan, ada yang nangis, ada yang bahkan yang justru tertawa dan bersikap santai. Semua tergantung dari kemampuan diri menghadapi permasalahan, dan kemampuan tersebut sedikit banyak dipengaruhi oleh pengalaman di masa lalu. Pengalaman di masa lalu bisa terbentuk dari pola asuh orang tua, cara guru mendidik, maupun reaksi teman atau keluarga yang lain. <br />
<br />
Seseorang yang hidup dalam suasana tertekan, seperti misalnya orang tua yang terlalu memaksakan kehendak dan menerapkan pola asuh yang keras biasanya akan memunculkan pribadi yang keras pada anak. Reaksi tiap anggota keluarga ketika dihadapkan pada suatu masalah akan turut berpengaruh satu sama lain. Orang tua yang mudah marah dan mengucapkan kata kasar tentu sedikit banyak akan ditiru oleh anak, hingga seiring berjalannya waktu si anak akan menjadi pribadi pemberontak dan mudah sekali mengucapkan kata-kata kotor, demikian sebaliknya. Orang tua yang selalu bersabar dalam menghadapi persoalan akan menjadi contoh yang baik. Demikian kira-kira teori dan fenomena yang sudah kita ketahui bersama.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnAKvxRhGJwnZl2eKWvy9HdGlxmZ5KoIsRukpIPpZ4zX0j6yt1-SnDa8ewx5M_it7lHIKPXkqjwrR6gNhklDImUS28fKmc-f42h4rcFzdMLZdM7NKDPzv8T8hug-NVwlmznNaI-3wHSwLU/s1600/Untitled.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnAKvxRhGJwnZl2eKWvy9HdGlxmZ5KoIsRukpIPpZ4zX0j6yt1-SnDa8ewx5M_it7lHIKPXkqjwrR6gNhklDImUS28fKmc-f42h4rcFzdMLZdM7NKDPzv8T8hug-NVwlmznNaI-3wHSwLU/s320/Untitled.jpg" /></a></div><br />
Sebagian orang begitu mudahnya mengumbar emosi di depan umum, entah itu berupa amarah atau tangisan. Bicara tentang tangisan, bagaimana bisa seseorang menjadi begitu mudah menangis di depan umum. Biasanya yang mudah menangis adalah wanita ketimbang pria. Ada sebagian wanita yang kerap kali menitikkan air mata setiap kali bersinggungan dengan hal yang peka baginya, namun menjadi hal yang biasa saja bagi sebagian wanita yang lain.<br />
<br />
Kemampuan wanita dalam menghadapi permasalahan pastilah berbeda tergantung pengalaman di masa lalu seperti yang dibahas sebelumnya, dalam hal ini adalah faktor eksternal. Ada juga pengaruh kepribadian wanita itu sendiri, dalam hal ini adalah faktor internal. Wanita yang mudah sekali menangis di depan orang lain sekilas tampak rapuh dan cengeng. Ada yang memandang kasihan sehingga muncul naluri untuk menolong. <br />
<br />
Di sisi lain ada sebagian orang yang memanfaatkan air mata untuk menarik simpati lawan jenis. Beberapa wanita memanfaatkan air mata sebagai senjata untuk memenangkan hati lelaki, dan kebetulan sebagian lelaki ada yang tidak tahan melihat air mata wanita meleleh hingga berusaha untuk meredakannya dengan berbagai cara. Tentu saja tidak semua wanita seperti ini, hanya segelintir orang saja.<br />
<br />
Wanita yang tegar juga banyak. Biasanya golongan wanita yang seperti ini memiliki cara khusus dalam melampiaskan emosi. Selain dari faktor-faktor luar yang mempengaruhi pribadi seseorang, juga ada faktor internal yang dibentuk hanya oleh pribadi tersebut. Tekad dan semangat yang kuat atau lemah sangat berpengaruh. Misalnya ada kejadian yang membuat terpuruk pada dirinya, ia memilih untuk tidak bersedih terlalu lama. Ia memiliki tekad yang kuat untuk bangkit dan tidak mau terbawa suasana. Kegigihan dalam memperkecil masalah hingga ia mampu meneruskan kehidupan inilah yang kadarnya tidak sama pada masing-masing orang. Ada yang memilih kalah dan menyerah pada keadaan, ada yang sudah berusaha namun setengah-setengah yang pada akhirnya akan menyerah juga, namun ada yang tak mau berhenti berusaha dalam jangka waktu tertentu atau bahkan lebih lama dari yang orang lain mampu. Usaha yang terus menerus inilah yang pada akhirnya akan menggiring seseorang menuju kemenangan.<br />
<br />
Beberapa wanita memilih untuk tidak mengumbar tangisan di depan orang lain. Mereka hanya diam dan meluapkan apa yang dirasa dengan cara lain, tentu saja selain menangis di depan orang lain misalnya menulis, curhat dan berdo’a. Menulis, biasanya menjadi cara mujarab untuk melegakan perasaan. Berbicara dengan orang yang bisa dipercaya layaknya sahabat sehingga beban terasa lebih ringan. Mengadu pada Tuhan, menjadi cara paling ampuh daripada berkeluh kesah pada orang lain. <br />
<br />
Bukan berarti menangis di hadapan orang lain itu salah. Justru menangis bisa menjadi obat mujarab dari pelampiasan emosi, dan menangis bisa menyehatkan. Wanita yang tegar itu bukannya tidak pernah menangis. Mereka pasti ingin menangis, hanya saja memilih cara tersendiri untuk meluapkan kesedihan hingga tangisannya tidak diketahui orang lain. Tergantung bagaimana pribadi seseorang tersebut, mau bersikap yang bagaimana dalam menghadapi persoalan. Ingin menjadi tegar atau sebaliknya, kembali pada pribadi masing-masing.<br />
<br />
(Rd)<br />
<br />
<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-49164755252442993212014-08-31T16:31:00.000+07:002014-08-31T16:43:42.622+07:00Waktu dan RutinitasRasanya baru beberapa saat yang lalu saya melihat jam dinding. Ternyata sekarang sudah 1 jam berlalu. Tak terasa, sungguh waktu berlalu begitu cepat. Ia tak mau menunggu tanpa peduli kita diam atau bergerak. Sejak beberapa hari yang lalu saya berusaha menghargai waktu. Karena sesuatu hal, saya memutuskan untuk lebih mendisiplinkan diri dalam hal apa saja. Rasanya sungguh luar biasa, ngos-ngosan seperti lari maraton. Ada beberapa target yg saya buat sendiri agar selesai dalam kurun waktu tertentu setiap harinya. Berat, sungguh berat bagi saya membuat peraturan yang harus saya patuhi sendiri. <br />
<br />
Dulu, saya pikir orang yang sudah berusia kepala 3 sudah tua, sudah jadi om atau tante. Sekarang saya telah berusia kepala 3 namun rasanya masih belum dewasa. Masih hanyak kekurangan yang perlu dibenahi dan belum pantas rasanya menyandang predikat yang dituakan di kalangan adik atau saudara lain yang lebih muda. Ini berarti apakah saya yang kurang tahu diri karena menganggap diri belum tua. <br />
<br />
Baru kemaren rasanya saya masuk sekolah taman kanak-kanak, lalu SD-SMP-SMU, sekarang saya telah berumah tangga dengan dua orang anak yang masih kecil-kecil. Saya pernah merasa jenuh dan capek sekolah, berharap agar sekolah segera usai. Waktu di SMU, saya mengalami kejenuhan yang luar biasa dengan sekolah. Masa-masa kelulusan sangat saya nantikan. Setelah lulus rasanya bahagia sekali, namun itu hanya sementara karena kebahagiaan setelah lulus SMU harus berganti dengan kekhawatiran baru akan masa-masa kuliah di universitas. <br />
<br />
Setelah lulus kuliah, yang itupun harus dengan sekuat tenaga agar bisa lulus akhirnya saya bisa bernafas lega. Masa-masa setelah lulus membuat saya tenang karena sudah menyandang gelar sarjana. Namun itu pun hanya sementara, karena jikalau terlalu lama belum mendapatkan pekerjaan akan ada beban mental dengan predikat sebagai pengangguran. Maka saya pun segera bangkit untuk melamar pekerjaan ke sana sini. <br />
<br />
Saya pun mendapatkan pekerjaan. Dalam hal pekerjaan pun ada tanggung jawab dan <i>pressure </i>yang menghiasi hari-hari saya. Pikiran dan tenaga dipacu untuk mendapatkan hasil terbaik. Ingin istirahat tapi tidak bisa seenaknya karena justru jam kerja saya ditambah. Tiap hari harus pulang malam untuk lembur. <br />
<br />
Ketika akan menikah saya harus <i>resign</i>, dan kini rutinitas saya berganti dengan kesibukan sebagai ibu rumah tangga. Rutinitas yang berbeda namun tetap saja penuh dengan tanggung jawab mengemban segala amanah yang harus dilakukan karena selain menjalankan tugas sebagai istri juga merangkap sebagai ibu dari anak-anak, yang artinya harus mengasuh dan mendidik generasi berikutnya dengan sungguh-sungguh dan penuh kasih sayang.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIfrEo7qq_xLl8i1Yk4tff8i_IRquZvLHb5hqzRQ0OT3OF_GUoBPuNatz8fPi5yBDOS5LLpKy4aFTV-TSoDWuys7_rWttWArIFPE7OMF89m3rwqcszfOGeJOuriBIaWDxnRr3cUMHf9GwP/s1600/flower.jpg" imageanchor="1" ><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIfrEo7qq_xLl8i1Yk4tff8i_IRquZvLHb5hqzRQ0OT3OF_GUoBPuNatz8fPi5yBDOS5LLpKy4aFTV-TSoDWuys7_rWttWArIFPE7OMF89m3rwqcszfOGeJOuriBIaWDxnRr3cUMHf9GwP/s1600/flower.jpg" /></a><br />
<br />
Lalu kapankah waktu istirahat itu tiba? Pandangan saya langsung tertuju pada langit-langit sambil memutar-mutar kedua bola mata. Adakah hari libur bagi seorang ibu rumah tangga? Saya jawab sendiri ya, tidak akan pernah ada waktu istirahat. Untuk mendapatkan kesendirian penuh atau yang biasa dikenal sebagai "<i>me time</i>" pun sangat terbatas. Kita tidak akan pernah berhenti menghadapi apapun. Lepas dari satu urusan, akan ada urusan lain yang menanti. Begitu seterusnya. Setelah kehidupan berakhir, akan ada alam akhirat yang kekal dan abadi. <br />
<br />
Kesimpulannya, selama hidup kita harus bergerak. Bekerja... dan bekerja, memanfaatkan waktu sebaik mungkin, menghadapi apapun dengan sekuat-kuatnya, tak boleh berhenti dan tak boleh menyerah.<br />
<br />
(Rd)Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-140818985150139052014-08-30T12:44:00.000+07:002014-08-30T12:53:21.064+07:00Pensil dalam KotakAda dua penggaris, yang satu pendek dan yang satu panjang. Berulang kali ia berusaha memasukkan penggaris panjang ke dalam kotak plastik bertingkat, yang menurut saya lebih cocok sebagai tempat penyimpanan benda-benda kecil semacam perhiasan atau pernak-pernik lain. Namun si kakak berusaha memasukkan seluruh pensil warna dan penggaris yang biasa digunakan untuk menggambar ke dalamnya. Kotak itupun ia comot dari tantenya yang baru pulang membeli perlengkapan plastik beberapa saat yang lalu. <br />
<br />
“Bunda, gimana kalau penggarisnya ini dipotong aja biar bisa masuk?” tanya Icha sambil menyodorkan penggaris yang tidak juga mau masuk. Saya langsung melongo, lalu cekikikan mendengar idenya. Sekarang giliran Icha yang melongo melihat saya tertawa. <br />
<br />
Setelah beberapa menit gagal memasukkan semua bendanya, pensil-pensil warnapun ia posisikan sedemikian rupa, ada yang melintang dan ada yang lurus. Belum bisa masuk semua, lalu kotak itupun digoyang-goyang dan dikocok-kocok dengan maksud agar pensil-pensilnya berubah posisi.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrM1snfkS9qj2Z_GkcofQm7GZkOzm-B5XfFqXaJwv5jDHv7F9c0a-R9gtUPl2de_RbtD-Bz3FEQV0uxg9DRDR1J_JIUhRn9jB2KlfbWvz3bPxpUVKGzSmvKQLVVFMnG7L32PEDYlrxNwdb/s1600/pensil2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrM1snfkS9qj2Z_GkcofQm7GZkOzm-B5XfFqXaJwv5jDHv7F9c0a-R9gtUPl2de_RbtD-Bz3FEQV0uxg9DRDR1J_JIUhRn9jB2KlfbWvz3bPxpUVKGzSmvKQLVVFMnG7L32PEDYlrxNwdb/s1600/pensil2.jpg" /></a></div><br />
Bahkan saya sempat melihat ia berusaha mematahkan ujung pensil terlebih dulu agar bisa muat seluruhnya dari ujung sampai pangkal. Hehehe… mungkin yang ada dalam pikirannya saat itu, bagaimana agar semua barangnya bisa tersimpan rapi dalam kotak plastik baru, tanpa memikirkan bagaimana nasib benda-benda itu sendiri apakah masih utuh atau tidak. <br />
<br />
Hmm, lama juga prosesnya kurang lebih setengah jam setelah itu ia menyerah dan tepar. Saya sengaja tidak membantunya agar kemampuan motoriknya terasah, sekaligus melatihnya dalam kemampuan menyelesaikan masalah. Saya perhatikan ia kelelahan dan merebahkan diri di kasur sambil memandang kotak itu. Sadar bahwa saya sedang memerhatikannya, ia pun bertanya, “Bunda, gimana kalau kotak ini dijadikan aquarium aja? Kalau Icha mau kasih makan ikannya, tinggal dibuka aja lacinya.” Lalu ia pun berlalu.<br />
<br />
*menatap nanar kotak perhiasan yang kini kosong tanpa ada yang memedulikan<br />
<br />
(Rd)<br />
<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-88401781699757864652014-08-19T17:08:00.003+07:002014-08-19T17:15:13.994+07:00Tangan di Atas Lebih Baik daripada Tangan di BawahSaya semakin mengerti petuah yang selalu terngiang-ngiang, bahwa semakin banyak memberi semakin banyak menerima dan sebaliknya semakin banyak meminta Allah akan semakin menghinakan nasib kita. Awalnya saya abaikan karena sepertinya kalimat tersebut sudah berulangkali saya dengar atau baca dari berbagai sumber, namun menjadi semakin mengerti setelah berusaha menerapkan dengan sepenuh hati. <br />
<br />
Berawal dari fenomena dan ketidakmengertian saya, bahwa masih banyak kemiskinan yang selalu identik dengan kemalasan. Kalau biasanya anak-anak dari keluarga miskin rata-rata berprestasi, hal tersebut sudah menjadi sebuah kewajaran dikarenakan tempaan hidup yang membentuk karakter kuat seorang manusia.<br />
<br />
Namun ini sebaliknya, kemiskinan justru dijadikan alasan atas ketidakmauan berusaha. Mereka yang berasal dari golongan ini selalu memiliki alasan bahwa ketidakmampuan orang tua dalam membiayai sekolah adalah faktor utama, orang tua juga tidak mampu membiayai skill yang ingin diraih, dan berprinsip bahwa kesuksesan hanya bisa diraih dengan uang. Bukankah Allah akan memberikan ujian pada tiap hambanya entah itu berupa sakit, takut atau miskin. Dan terlebih lagi, Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum tersebut berusaha mengubahnya. <br />
<br />
Ada sebuah keluarga miskin yang sepanjang pengamatan saya, waktu kesehariannya dihabiskan hanya dengan melamun, tidur dan bermalas-malasan. Mereka benar-benar nol aktivitas. Secara tidak sengaja saya melihat dan mengamati sendiri bagaimana keseharian mereka, tidak ada aktivitas berarti yang menurut saya bisa mendorong semangat ataupun meningkatan kemampuan dalam hal tertentu. Mereka pasif, dan hampir sebagian besar perbincangan digunakan sebagai sarana untuk mengeluh.<br />
<br />
Sepanjang hari yang saya habiskan bersama mereka, yang keluar dari bibir mereka hanyalah keluhan dan keluhan, dan selalu memandang rumput tetangga lebih hijau daripada miliknya. Tidak ada pernyataan optimis maupun hal baik yang bisa ditangkap dari setiap kalimat yang mereka lontarkan. Hidup mereka tidak bersemangat, tidak ada gairah untuk berjuang dan semacamnya. Dalam sekejab saya bisa menangkap bahwa penyebab keterpurukan mereka adalah sikap yang keliru dalam memandang kehidupan. <br />
<br />
Namun saya bukan berniat menghakimi, menceramahi atau merasa benar. Saya hanya merasa ada yang mengganjal di hati, sesuatu yang sedikit keliru dalam cara pandang, dan mungkin jika bisa diluruskan insyaAllah bisa memberi sedikit perubahan. <br />
<br />
Saya pernah membaca, bahwa jika seseorang kerap kali meminta-minta di usia mudanya maka Allah akan menghinakan dirinya dengan terus meminta-minta sampai di usia tua. Bukankah tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Menunaikan shadaqah tidak perlu menunggu kaya, apapun yang bisa kau berikan lekaslah berikan. Kira-kira seperti itu yang kemaren saya baca.<br />
<br />
(Rd)<br />
<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com12tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-80699918759923671172014-08-15T16:48:00.004+07:002014-08-15T16:51:36.777+07:00Masa LaluAku terdiam, hingga lupa untuk mengedipkan bola mata. Kupandangi sosok wanita yang sedang menangis itu beberapa saat setelah terlepas dari dekapan seorang lelaki, di area sebuah stasiun. Mereka sempat berpelukan sesaat lalu sang lelaki membisikkan sesuatu yang membuat si wanita menangis. Adegan dramatis dan romatis itu sempat menarik perhatian beberapa orang yang melintas. Sepertinya mereka tidak lagi memerhatikan orang-orang sekitar, seakan berada dalam dunianya sendiri. <br />
<br />
Si wanita berlinang air mata, sedang si lelaki berusaha menenangkannya. Tebakanku mungkin tidak salah, mereka adalah sepasang kekasih yang hendak dipisahkan oleh jarak. Hal yang biasa terjadi namun menjadi tidak biasa ketika adegan sebuah perpisahan yang romantis menjadi pemandangan nyata dan bisa dilihat banyak orang. Aku tertegun.<br />
<br />
“Apa yang sedang Anda lihat, Bu?” tanya temanku. Aku hampir lupa bahwa aku sedang bersama rekan kerjaku. Kami sedang menjemput salah seorang rekanan yang datang dari luar kota. Aku masih tertegun dan kelihatan seperti orang melamun walaupun kedua sejoli yang sempat menjadi perhatian tersebut sudah tak nampak lagi. Aku hanya tersenyum. “Saya jadi ingat masa lalu, Bu,” jawabku. Teman kerjaku itu nampak tak paham, namun sepertinya ia tak ingin mempertanyakan lebih jauh lagi karena beberapa saat kemudian kereta yang kami nantikan telah datang.<br />
<br />
Kamipun tiba di kantor sedikit terlambat karena harus menjamu tamu Boss untuk makan siang di luar. Baru saja akan melanjutkan pekerjaan di depan laptop, tiba-tiba dari ruang sebelah terdengar suara orang yang sedang berdebat. Pak Boss dan tamu yang baru kami jemput di stasiun tadi sedang berdebat. Mereka membuat kami semua yang berada di ruang kerja sebelah panik. Perseteruan mereka tidak dapat kami dengar jelas. Namun meski samar, kata terakhir yang keras terdengar adalah, “B*ngs*t kau!” <br />
<br />
Jantungku berdetak cepat, tak habis pikir mengapa bisa mereka berseteru hebat. Tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibanting. Tamu rekanan tadi keluar dari ruangan Si Boss sambil setengah berlari menenteng koper yang lumayan berat. Mukanya merah padam, keringatnya bercucuran dan jas yang dipakainya tampak kusut. Tanpa menoleh pada siapapun ia berlalu meninggalkan kantor kami.<br />
<br />
Astaghfirullah. Aku tak dapat berbuat apa-apa. Lemas rasanya raga ini, otakku tak mampu berpikir jernih alias shock. Beberapa teman kerjaku tampak berbisik-bisik tanpa ada yang berani masuk atau menanyakan ke dalam ruangan si Boss, atau sekedar melihat keadaannya saat ini. Sedang aku duduk terpaku di depan laptop yang sedang menyala. Ingatanku mengembara dan berkelana ke beberapa tahun silam. Masa lalu, masa lalu dan masa lalu. <br />
<br />
Dulu, aku juga begitu, sosok wanita yang tak mampu mengendalikan emosi, selalu berteriak lantang dengan kata-kata kotor di kala murka. Astaghfirullah, sangat merasa berdosa dengan masa lalu walaupun itu sudah bertahun-tahun yang lalu. <br />
<br />
Semoga saja aku bisa terus berbenah, bisa terus memperbaiki segala sikap dan lisanku, terutama dalam menghadapi situasi yang menyulut emosi. Amin. <br />
<br />
(Rd)<br />
*seperti yang pernah dituturkan oleh salah seorang sahabat<br />
<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com12tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-54001577733202513252014-08-13T11:43:00.000+07:002014-08-13T11:46:57.517+07:00Manusia AjaibTerkadang memilih diam itu lebih baik, saat kita tahu sedang berhadapan dengan "manusia ajaib". Apalagi yang dijadikan bahan perdebatan masih seputar urusan dapur, dan manusia ajaib tersebut adalah makhluk yang bernama lelaki hehehe...<br />
<br />
Kebanyakan wanita tidak mau dipersalahkan dalam urusan yang masih bernaung di sekitar dapur. Urusan kadar bumbu masak, api kompor yang kebesaran atau kekecilan, dan cara memasak yang benar adalah sepenuhnya urusan wanita sebagai koki rumah, walaupun tidak semua perempuan bisa memasak, dan tidak semua lelaki gemar memasak... *nah loh. Yang saya maksud di sini jika si perempuan yang biasanya memasak di rumah dan memegang kendali dalam urusan kunci pintu dapur. Lelaki boleh ikut campur sebatas menyumbangkan tenaga, di luar itu haram hukumnya, hehehe galak banget...*pintu dapurnya selalu dikunci<br />
<br />
Mama sedang mengiris buah pepaya, lalu papa mencomot salah satu irisan pepaya sambil nyeletuk, "Ada pepaya yang lebih enak, namanya pepaya thailand." <br />
<br />
Mama tersenyum mendengarnya, "Ini yang dimakan papa ya pepaya thailand." <br />
<br />
"Bukaaaan, thailand bukan model begini," timpal papa sambil mengernyitkan dahi, masih sambil menyunyah potongan pepaya dan mengamati teksturnya di hadapanku. <br />
<br />
"Ini jenis thailand papaa... yg lokal sudah jarang ada di pasar," Mama menahan emosi. <br />
"Bukaaaaan... kamu belum tahu sich, Ma," Papa berlalu masih sambil menyunyah pepaya. Mama terdiam sambil menahan air mata yang hendak menyembul keluar.<br />
"Huuuaaaaaaa Papaaa....!!!"<br />
<br />
(Rd)Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-89268405945817362172014-08-12T15:22:00.000+07:002014-08-12T15:25:03.811+07:00Suroboyo Carnival Night Market (SCNM)Dari awal persiapan menuju ke wahana mainan baru di Surabaya ini hati sudah setengah, maksudnya setengah hati :-) Rencana berangkat pukul 4 sore jadi molor sehabis magrib. Maklum, moment tersebut bertepatan dengan libur hari raya idul fitri, jadi walaupun libur tapi jadwal masih padat. <br />
<br />
Suroboyo Carnival Night Market (SCNM) ini soft opening pada tanggal 28 Juli 2014 bertepatan dengan Idul Fitri, mulai pukul 16.00 sampai 24.00 setiap harinya. Jadi masih ada waktu untuk istirahat sejenak di rumah setelah seharian berkeliling ke rumah saudara. Tidak seperti waktu mau berangkat ke mall yang rata-rata tutup pada pukul 21.00, harus setengah tergesa-gesa agar bisa sampai lebih awal, kalau di Suroboyo Carnival waktunya lebih panjang :-)<br />
<br />
Badan yang lagi tidak bersahabat membuat semangat semakin redup. Ditambah anak-anak yang masih pulas tidur siang, membuat emaknya jadi tak tega membangunkan. Ayahnya juga masih terlelap. Cukup alasan sebenarnya untuk membatalkan rencana sore ini. Jam dinding yang berdetak, "tik tok tik tok" tak memberi kesempatan raga ini untuk sedikit bermalas-malasan lebih lama lagi.<br />
<br />
Sehabis sholat magrib kami semua sudah siap. Jadi terbayang-bayang bagaimana ramainya suasana di sana, karena sehari sebelumnya sempat menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana antrian kendaraan mobil dan sepeda motor menuju tempat parkir, padahal kemaren itu langit masih terang, masih pukul 4 sore. Apalagi sekarang, selepas maghrib antrian pasti sudah lebih panjang.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiaY3B6JH6dTaWzxuPMlb6jDZMk1sEpfOSj3GgJFFyqPGWvC2nfQFmADJNP98xhIyMuYwvk7u1O1u-Id5v1BlLFe6WciX7C9KOJxpgoafIEQJatHz5tIeu0Jc_2YFKYIQVxj9wyqnHUPGt/s1600/tmp_14077475231892091459584.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiaY3B6JH6dTaWzxuPMlb6jDZMk1sEpfOSj3GgJFFyqPGWvC2nfQFmADJNP98xhIyMuYwvk7u1O1u-Id5v1BlLFe6WciX7C9KOJxpgoafIEQJatHz5tIeu0Jc_2YFKYIQVxj9wyqnHUPGt/s1600/tmp_14077475231892091459584.jpg" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrPgHCRsvIO3dlg63bC6zH_wE8yipdGc4rs3rGW9dMeAma-oeBasa5-6AbfO6-NrGSer_98XgefPM3suaFnMGAITbeGwQ3pSybga2FAAfGY8fszXBG-fOgRAcny3cqZ2e5AyamK05J7UJK/s1600/tmp_1407746706566-1597726135.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrPgHCRsvIO3dlg63bC6zH_wE8yipdGc4rs3rGW9dMeAma-oeBasa5-6AbfO6-NrGSer_98XgefPM3suaFnMGAITbeGwQ3pSybga2FAAfGY8fszXBG-fOgRAcny3cqZ2e5AyamK05J7UJK/s1600/tmp_1407746706566-1597726135.jpg" /></a></div><br />
Beberapa meter sebelum menuju lokasi, sudah tepat sesuai prediksi. Antri bok.. tempat parkir sudah full. Kami dialihkan menuju tempat parkir alternatif yang letaknya lebih jauh, harus putar balik menuju ke seberang jalan. Lahan di samping Stie Mahardhika menjadi tempat parkir kedua. Saya tidak tahu apakah itu hanya sementara atau seterusnya, karena saya perhatikan proses pengerjaan SCNM ada yang belum selesai, sepertinya sedang membangun trotoar dan tempat parkir lagi di sekitar lokasi.<br />
<br />
Setelah memarkir mobil, kami masih harus berjalan menuju ke pinggir jalan tepatnya di depan Stie Mahardhika untuk menunggu bus, karena di sana disediakan bus penjemput menuju ke tempat carnival. Akses jalan di tempat parkir samping kampus masih gelap jadi kami harus lebih berhati-hati menuntun para krucil menuju ke tempat pemberhentian bus. Di dalam bus, semua berdesakan banyak yang tidak kebagian tempat duduk. Tapi tak mengapa toh hanya jarak dekat. Saya perhatikan anak-anak cukup menikmati suasana, jadi saya tidak resah. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi551FSd2FMt0-6JC-cAQKkJwDOASPRucowxF4kRyXhsCOTLSTn30BiBIraZHOGqLUhmLuVHZmDJhMzJdzCAgzDZ4RiOs6RlZbpLDqLQK5VSgG2fWPY8sLSxDXG8Sckho58SrzqLkLUKxes/s1600/tmp_1407747135867-931719172.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi551FSd2FMt0-6JC-cAQKkJwDOASPRucowxF4kRyXhsCOTLSTn30BiBIraZHOGqLUhmLuVHZmDJhMzJdzCAgzDZ4RiOs6RlZbpLDqLQK5VSgG2fWPY8sLSxDXG8Sckho58SrzqLkLUKxes/s1600/tmp_1407747135867-931719172.jpg" /></a></div><br />
Turun dari bus perjuangan masih panjang. Untuk membeli tiket masuk saja harus berdesakan. Wow, fantastis memang. Besar sekali antusiasme masyarakat untuk mengunjugi tempat ini. Tidak hanya masyarakat Surabaya, namun juga yang berasal dari luar kota, ini jika diamati dari banyaknya plat kendaraan selain L (Surabaya).<br />
<br />
Tiket masuk per orang Rp.20.000 untuk yang biasa, tiket yang terusan Rp.150.000 per orang. Malam itu tiap-tiap wahana punya antrian panjang seperti ular. Bisa-bisa waktu habis hanya untuk antri di satu wahana saja hehehe. Maklum, wahana permainan ini masih baru, soft openingnya bertepatan dengan libur hari raya jadi langsung diserbu masyarakat. Oh ya, harga tiket masuk tiap-tiap wahana permainan berkisar Rp.15.000-25.000. Sedangkan total keseluruhan ada 50 wahana permainan. Ada juga tiket khusus Kids Kingdom bandrolnya 75rb. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiREzatv3H0TUXzbNZczCngDtz_Xq6cGdTx0ROr_DKJBsx9_f-PlWoohf9hWIs58wjyzn3pFboAIgJ6mzkA5DCPIihNG6Gl52gdMtk5Y542iJAtMjtViy77Al5fxinc6EwHaXX9B3b70nMB/s1600/tmp_1407830864226-1962291322.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiREzatv3H0TUXzbNZczCngDtz_Xq6cGdTx0ROr_DKJBsx9_f-PlWoohf9hWIs58wjyzn3pFboAIgJ6mzkA5DCPIihNG6Gl52gdMtk5Y542iJAtMjtViy77Al5fxinc6EwHaXX9B3b70nMB/s1600/tmp_1407830864226-1962291322.jpg" /></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj82sBOX2gCJSNM79tWBKtRZ9hEqe24ufpLQHqr-cIWPQZIaA1G9S5Iijl78R0KjuR-AcabwqEUB4CCc1iTleumjbIn-5FORERbbVxbo-5oNTy82xPGFZ9FZ84pe6jWbEH0CwWFQGNF_yCW/s1600/tmp_1407747654479-1242874982.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj82sBOX2gCJSNM79tWBKtRZ9hEqe24ufpLQHqr-cIWPQZIaA1G9S5Iijl78R0KjuR-AcabwqEUB4CCc1iTleumjbIn-5FORERbbVxbo-5oNTy82xPGFZ9FZ84pe6jWbEH0CwWFQGNF_yCW/s1600/tmp_1407747654479-1242874982.jpg" /></a></div><br />
Untuk berjalanpun harus melalui perjuangan. Berdesak-desakan membuat atasan yang saya pakai jadi basah oleh keringat. Ditambah dengan kaki lecet karena sepatu. Padahal sepatu yang saya pakai flat banget, nyesel juga kenapa tidak memakai sandal santai saja. <br />
<br />
Tempatnya bagus, sangat menarik. Sayang sekali tidak semuanya bisa saya abadikan karena untuk berjalan saja masih berdesakan hehehe. Maybe next time :-)<br />
(Rd)<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgBPkERQo9Cw1o5RH7TQt3n4tm9slzUAYVeOz9G6ZHZeT30pnfVIUVZEPlRZT90cDfUCFsinDHQePkZhd608kvSn0ThPtg7p2Lu1-FenmOE35gP6Mzuv57fMDyofgeiYPmnGQWweUrbynL/s1600/tmp_1407747429317681544583.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgBPkERQo9Cw1o5RH7TQt3n4tm9slzUAYVeOz9G6ZHZeT30pnfVIUVZEPlRZT90cDfUCFsinDHQePkZhd608kvSn0ThPtg7p2Lu1-FenmOE35gP6Mzuv57fMDyofgeiYPmnGQWweUrbynL/s1600/tmp_1407747429317681544583.jpg" /></a></div><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-16219453959745337262014-08-07T15:09:00.000+07:002014-08-07T15:09:52.768+07:00Tahun Ajaran BaruTakut, nangis dan berteriak histeris, pemandangan yang kerap kali ditemui di masa-masa tahun ajaran baru, khususnya dalam tingkatan PAUD. Hal wajar dan tak perlu diperparah dengan paksaan orang tua agar anaknya mau masuk kelas bersama dengan teman-teman dan guru baru. Bagi beberapa anak hal tersebut merupakan momok, karena ia diharuskan tunduk dalam peraturan dan lingkungan baru nan asing. <br />
<br />
<br />
Kemampuan beradaptasi tiap anak berbeda, bagi anak yang terbiasa tinggal dalam lingkungan keluarga yang friendly, humoris dan meminimalisir unsur pemaksaan dalam pola asuh, akan lebih mudah beradaptasi. Adanya pemaksaan dan kekerasan dalam mendidik anak berdampak pada pengendapan emosi dalam jiwa anak yang tidak terluapkan. Anak-anak usia dini cenderung mengendapkan rasa takut akibat pemaksaan yg dilakukan orang dewasa, hingga kapasitasnya semakin bertambah tanpa disadari para orang tua. Pengedapan emosi yang tidak terluapkan dari diri si anak akan meledak pada saat mencapai titik tertentu, karena dalam kondisi tersebut si anak sudah tidak mampu membendungnya. <br />
<br />
<br />
Anak-anak yang terbiasa bebas berekspresi dan bebas menentukan sikap dalam lingkungan keluarganya, biasanya cenderung survive. Bahkan mereka bisa menikmati masa-masa peralihan tersebut. Bertemu dengan teman-teman baru, guru baru maupun kelas baru bisa menjadi kesenangan tersendiri. <br />
<br />
<br />
Perhatian saya tertuju pada seorang anak yang menangis karena tidak mau masuk kelas. Awalnya sang bunda hanya menghela nafas sambil sesekali membujuknya. Beberapa saat kemudian si anak tetap tidak mau masuk kelas dan memilih bergelanyut di pundak sang bunda. Namun sang bunda sudah habis kesabaran dan memaksa si anak dengan mendorongnya masuk ke dalam kelas. Spontan si anak kembali menangis, kali ini dengan tangisan yang lebih keras disertai amukan. Sang bunda tidak mau kalah, ia membentak anaknya sambil sesekali mencubit kakinya. <br />
<br />
<br />
Pemandangan yang menyesakkan, memilukan dan menimbulkan rasa iba. Rasa iba terhadap si anak yang tidak mendapatkan arahan dan bantuan dari orang dewasa dalam menghadapi dunia baru, sebaliknya rasa takutnya bertambah dengan hadirnya pemaksaan dari orang tua.<br />
<br />
<br />
Ironis, keesokan harinya kejadian yang sama kembali terulang. Kali ini si anak sudah kehabisan tenaga. Ia memilih pasrah dengan kemauan orang-orang dewasa untuk masuk kelas, namun memilih duduk sendirian di pojok kelas tepat di balik pintu. Ia berada dalam dunianya sendiri karena tak mengerti untuk apa ia berada dalam kelas tersebut.<br />
<br />
<br />
Sudahlah bunda, biarlah ia beradaptasi dengan caranya sendiri. Atau jika ada yg berbaik hati untuk menunjukkan bagaimana caranya, mungkin ia akan lebih rileks. Tidak ada yang menuntun bagaimana cara bersikap, yang saya perhatikan ia harus begini dan begitu tanpa tahu untuk apa ia melakukannya.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqvQL-e-I3v8wNhPASFcdi-nwQJg0Z1r5pQRXhT494cGxQlLRQFwk8L2mmy8tFG7yF7HdXPtwjuqnMgBExKRjoEb_O_CuxXkPFJ5ZplW_GeTT_AF2sr8xSxa89JWGhdzYLxd3ISVGXku8D/s1600/tmp_IMG_20140807_1504381541378702.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqvQL-e-I3v8wNhPASFcdi-nwQJg0Z1r5pQRXhT494cGxQlLRQFwk8L2mmy8tFG7yF7HdXPtwjuqnMgBExKRjoEb_O_CuxXkPFJ5ZplW_GeTT_AF2sr8xSxa89JWGhdzYLxd3ISVGXku8D/s320/tmp_IMG_20140807_1504381541378702.jpg" /></a></div><br />
Anak membutuhkan komunikasi yang tak terputus dari orang tuanya. Anak membutuhkan pengetahuan dan pembelajaran yang tidak memaksa namun mengena. Anak membutuhkan rasa ikhlas agar ia mau belajar, untuk itu orang tua perlu menuntun dan menjelaskan untuk apa kita perlu begini dan begitu. Anak bukan robot yang bisa diperlakukan semau kita, ia punya perasaan dan ingin disayang. Mungkin ia belum siap, atau membutuhkan waktu untuk beradaptasi lebih lama dibanding yang lain. Jangan samakan mereka.<br />
(Rd)Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4248729682767058253.post-34397054093496914492014-06-12T15:41:00.000+07:002014-06-12T15:41:22.438+07:00Si Kecil Suka Pisang"Indiiii...!!" Mataku melotot saat menemui kulit pisang di lantai dekat tempat tidur. Dengan samar kulihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Perbuatan siapa lagi kalau bukan Indi, si kecil yang gemar makan pisang. Teriakanku tidak bersahut, rupanya ia tidak mendengarku. Maka kedua kakiku berjinjit untuk melihat apa yang sedang ia lakukan. Kulangkahkan kaki menuju dapur, dari jauh kulihat pintu lemari es yang terbuka lebar, sementara sebagian kepalanya menyembul sedikit keluar.<br />
<br />
Foto : jangan buang kulit pisang sembarangan (dok.pribadi)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTOnwtNJbNYcBaAn6pthMNQtyPphgvEZkknKbp-GL8ugdQ2gtZpENdE8ukaN4WCHlxSFY7TiZYxU9TQ6qTeBA_5YXXwnQaKTc3uSdXWe2KxxXDjZva62_UatuO4Y15gEy4IYRHE4tRy072/s1600/tmp_20140612_141228-1490950335.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTOnwtNJbNYcBaAn6pthMNQtyPphgvEZkknKbp-GL8ugdQ2gtZpENdE8ukaN4WCHlxSFY7TiZYxU9TQ6qTeBA_5YXXwnQaKTc3uSdXWe2KxxXDjZva62_UatuO4Y15gEy4IYRHE4tRy072/s400/tmp_20140612_141228-1490950335.jpg" /></a></div><br />
Aku menggeleng dengan perasaan gemas, si Indi, gadis kecilku yang berusia 3 tahun mengulang aksinya dengan berburu pisang. Entah sejak pukul berapa ia bangun pagi lebih dulu, melihat banyak kulit pisang yang berserakan. Tidak hanya di dekat tempat tidur , tapi juga di tiap sudut dapur. <br />
<br />
Sesaat setelah aku memerhatikan seluruh isi dapur, tak kusadari bahwa si kecil sudah meringis sambil mendongakkan kepala menatapku, dengan kedua belah tangan memegang pisang beserta kulitnya.<br />
<br />
"Indi suka pisang, Bundaaa..." kata Indi dengan ciri khas suaranya yang lembut.<br />
<br />
"Boleh, Sayang. Tapi kulitnya jangan lupa dibuang di tempat sampah yaa..." sahutku sambil mengelus-ngelus rambutnya.<br />
(Rd)<br />
<br />
Foto : Bundanya cuma disisain 1 pisang aja..*hiks (dok.pribadi)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpvLQ1hX3ELjc0_P3ya666JOql0hUo6RHtwkESng0W_Q2l4Kc6RNz20hzrwnuC9-eKaLN05_ro6nU7Abnr4807T0RHzi4ZfaeAwezU4qguNbOyX78tZk3dwDv1v-OKUYcyTcbHyhcpKd4v/s1600/tmp_20140612_1411221182564464.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpvLQ1hX3ELjc0_P3ya666JOql0hUo6RHtwkESng0W_Q2l4Kc6RNz20hzrwnuC9-eKaLN05_ro6nU7Abnr4807T0RHzi4ZfaeAwezU4qguNbOyX78tZk3dwDv1v-OKUYcyTcbHyhcpKd4v/s400/tmp_20140612_1411221182564464.jpg" /></a></div>Rosita Danihttp://www.blogger.com/profile/17651039348722598636noreply@blogger.com7