Friday, 9 December 2016

Soal Klise

Ketika saya dihadapkan pada suatu benturan, dalam arti tak ada lagi yang bisa saya lakukan selain menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada, maka pada saat itu saya memaksa diri untuk memahami keadaan. Jika ini tidak saya lakukan maka saya akan menjadi frustasi karena segala sesuatu ada yang mengatur. Saya berusaha memahami bahwa yang saya hadapi tidak lain adalah kehendak illahi yang mengharuskan saya untuk menghadapinya. Bagaimana tidak, jika berbagai cara sepertinya sudah saya coba baik dengan cara halus maupun ‘kasar’ yang tetap menghasilkan kenihilan. Masalah itu tetap ada, berdiri dengan gagahnya mencemooh diri saya seolah-olah ia tembok yang tidak bisa diruntuhkan. Apa yang harus saya lakukan. Apakah harus meruntuhkan tembok di hadapan saya dengan kekuatan yang minim dalam tubuh saya, ataukah harus berbalik arah mencari jalan keluar melalui pintu yang lain. Sepertinya semua sudah pernah saya coba dan masalah itu masih tetap berdiri dengan gagahnya. Lalu apa saya harus berhenti dan menyerah, menyudahi semuanya atau menunggu sesuatu yang saya sendiri tidak tahu itu apa. Pada saat itu saya paksakan diri ini mengerti bahwa tembok di hadapan saya itu memang kehendak illahi, yang pasti memiliki maksud dan tujuan di balik semuanya. Maka jalan satu-satunya mungkin hanya bersabar dan bersabar entah sampai kapan. Bukankah kita diharuskan untuk bersabar setelah ikhtiar telah dijalankan.

Saturday, 8 August 2015

Ketika

Ketika segala hal tak lagi dapat dijabarkan dengan tuntas, akan ada cara untuk menuntaskan dengan cara yang lain
Ketika ketidakmengertian tetap memenuhi isi kepala, menyerahkan sesuatu itu terjawab dengan sendirinya suatu saat nanti
Ketika berbagai cara telah dilakukan dengan sebaik-baiknya, tak ada yang mampu mempengaruhi hasil akhir kecuali ahlinya
Ketika hati telah lelah menanti dan mencoba, hanya ada hambar dan pasrah pada ilahi
Ketika rasa aman tak lagi didapatkan, mendekat pada Allah selalu menjadi pilihan walau sebenarnya itu kewajiban
Ketika pernah melayang dan berbunga-bunga lalu dijatuhkan secara tiba-tiba hingga berdarah, maka percaya itu tak lagi ada
Ketika seribu alasan dibuat untuk membuat pembenaran yang terasa ganjil, hanya hati yang bisa merasa
Ketika rasa takut itu digugurkan untuk memurnikan kesucian, hati yang tenang akan didapatkan
Ketika Kebangkitan itu diusahakan setelah dicampakkan, Tuhan akan menuntun jalannya
Ketika usia semakin menua, kesadaran menghargai waktu yang tersisa adalah hal yang utama
Ketika sebuah kalimat terasa begitu bermakna, tanda bahwa diri mendewasa
(Rd)

Thursday, 6 August 2015

Yang Biasa Terjadi dalam Pembelian Online

Bagi yang belum pernah membeli secara online pasti rada-rada takut ya saat pertama kali bertransaksi. Saat akan transfer dada rasanya dag dig dug apalagi kalau nominalnya lumayan. Baru selesai transfer langsung memfoto bukti transfer dan mengirimkan fotonya pada seller, meski bagi seller hal tsb tidak seberapa penting karena bisa dicek via sms/internet banking, kecuali bagi seller yang tidak menggunakan fasilitas tersebut.

Selesai konfirmasi, customer langsung menanyakan kapan barang akan sampai. lalu dijawab seller jumlah hari sesuai estimasi yang dijanjikan pihak ekspedisi. Pihak ekspedisi merupakan pihak di luar seller yang bertanggung jawab akan penyampaian barang, jadi jika ada sesuatu hal misalnya barang belum sampai sesuai estimasi hari yang dijanjikan maka seller hanya bisa membantu sebatas menanyakan posisi barang tersebut pada pihak ekspedisi atau melakukan tracking mandiri.

Customer yang belum memahami cara kerja ini kebanyakan akan melakukan komplain pada seller atas keterlambatan barang, dan hal ini sering dialami pada toko online. Kecemasan yang berlebihan yang terjadi pada pihak yang baru beberapa kali bertransaski secara online menyebabkan ketidaknyamanan bagi seller. Lain halnya jika pembeli sudah seringkali atau selalu membeli secara online, akan ada kemakluman bahwa keterlambatan berasal dari pihak ekspedisi.

Pihak ekspedisi juga pasti memiliki alasan yang tepat, kecuali memang ada faktor X di luar hal-hal yang bisa dimaklumi seperti terjadi bencana alam, yang menyebabkan penutupan bandara selama beberapa waktu.
(Rd)

Menyikapi Keinginan

Kalau tiap kali suka dengan pakaian yang dikenakan seseorang, lalu ada keinginan untuk memiliki yang serupa itu wajar. Tapi kalau setiap keinginan itu dipenuhi bisa tipis dompetnya. Sikap seperti itu jika tidak dihandle dengan baik akan berimbas pada hal-hal lain. Jika didukung dengan ketersediaan dana tidak akan menjadi beban, namun tidak baik bagi kesehatan jiwa. Akan timbul rasa tidak percaya diri jika tidak memiliki apa yang dimiliki orang lain. Lama-kelamaan, perhatiannya akan terfokus pada perubahan orang lain. Jika si A membeli barang maka ia akan ikut membelinya, jika tidak dirinya akan merasa cemas karena belum bisa menyamai orang lain.

Pada akhirnya hidup menjadi tidak fokus dengan apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan diri. Kebahagiaannya akan bergantung pada sikap orang laih. Ia akan menjadi pribadi yang berbeda dan tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Kemampuan terpendam yang Allah berikan untuknya akan semakin terkubur, padahal kemampuan tersebut jika digali dan dipupuk akan bisa memberi kebahagiaan.

Berbeda rasanya jika hidup apa adanya dalam kecukupan. Meski ada keinginan untuk memiliki pakaian baru seperti yang pernah dilihatnya dan didukung oleh ketersediaan dana, tapi jika mampu mengerem keinginan tersebut karena pakaian lamanya masih layak pakai, akan timbul rasa damai dan tenang. Sebab ia sudah berhasil menyingkirkan hawa nafsu.
(Rd)

Wednesday, 5 August 2015

Anak-anak Laksana Cermin

Lihat anak tegang pasti karena tertular sikap ibunya yang tegang. Anak emosian juga tertular dari sifat orang-orang di dekatnya. Nah, saat menyadari anak-anak saya lebih banyak marah dan nangis, sumbernya pasti lebih banyak berasal dari saya karena lebih banyak bersama bundanya. Jadi cepat-cepat saya instrospeksi, meraba-raba apa yang sudah terucap dari bibir ini, sikap apa yang secara tidak sengaja saya contohkan di hadapan mereka.

Skill untuk mengelola batin agar tidak selalu meluapkan hal-hal negatif yang dirasakan membutuhkan pembelajaran terus-menerus. Membayangkan ada semacam filter seperti saringan santan dalam dada ini, agar ampas atau kotorannya tidak ikut keluar.

Kadangkala beban pekerjaan rumah tangga, tuntutan DL menulis, dan tanggung jawab lain yang menguras tenaga dan pikiran membuat fokus ibu tidak bisa jernih, lalu menyesal pada akhirnya. Membayangkan bahwa diri ini seorang ibu super yang mampu memanage jiwa, raga serta pikiran agar memberi kekuatan untuk menyelesaikan semuanya.

Perlahan berusaha membenahi diri, menenangkan hati dan pikiran agar tidak menjadi lebih keruh. Tarik nafas dalam-dalam lalu mencoba untuk tersenyum sambil menatap anak-anak. Saya merasakan aura positif memancar dari wajah mereka. Anak-anak memang cermin bagi orang tuanya.
(Rd)

Wednesday, 6 May 2015

Jika Kenyataan Tak Sesuai Harapan

1. Melawan
Langkah awal yang masih bisa diusahakan adalah melawan. Insting pertama manusia jika keinginan tak berwujud nyata biasanya adalah berontak. Jika melakukan reaksi seperti ini kemungkinan yang timbul ada dua. Yang pertama, orang lain akan menuruti kemauan kita setelah argumentasi dan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi jika keinginan kita tidak terkabul. Yang kedua adalah orang lain justru akan memasang benteng pertahanan agar kita tidak bisa lagi memaksakan kehendak. Jika kita meneruskan langkah ini maka perseteruan akan bertambah sengit.

2. Diam
Melawan keadaan hanya akan memperburuk situasi, persepsi seperti inilah yang biasanya dilakukan oleh orang yang cinta damai. Apakah diam berarti kalah? Mungkin kita kalah di mata orang lain namun kita adalah pemenang bagi diri sendiri karena telah berhasil mengalahkan hawa nafsu berupa amarah. Bukankah musuh terbesar manusia adalah hawa nafsunya sendiri? Tidak menjadi persoalan bagaimana cara manusia memandang, namun utamakan pemikiran bahwa sang maha pencipta lebih menghargai dan menyayangi hambanya yang berada di jalan-Nya.

3. Ikhlas
Merelakan suatu keadaan agar berjalan meski tak sejalan dengan kata hati membutuhkan pengorbanan berupa keikhlasan hati. Sangat sulit menerapkan kata kerja ini, dan memerlukan waktu untuk berlatih. Ikhlas adalah langkah lebih lanjut yang dilakukan setelah melakukan langkah diam. Ikhlas merupakan salah satu cara untuk berdamai dengan keadaan, dan merupakan terapi jiwa yang harus dilakukan agar hati yang tersakiti menjadi pulih kembali.
(Rd)


Monday, 4 May 2015

Situasi yang Terjadi Di luar Kendali

Dengan lebih banyak diam, energi positif akan lebih banyak terserap. Hal-hal yang bergerak di sekitar kita akan bisa kita perhatikan dengan seksama. Kita bisa melihat, mendengar dan merasa dengan lebih bijaksana.

Pernahkan merasa hari-hari dipenuhi rasa berkecamuk tak berkesudahan? Bos menghakimi dan berbicara satu arah tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan latar belakang keputusan yang kita ambil namun salah di mata mereka. Atau status di media sosial yang kita tulis tiba-tiba mendapatkan komentar miring yang membuat perseteruan tiada habisnya. Benar-benar situasi tanpa terduga yang tanpa pernah kita tahu akan membuat hari-hari menjadi terasa sangat melelahkan.

Pernahkan berada dalam situasi di mana orang-orang di sekitar lebih banyak berteriak, berdebat dan berkeluh kesah, yang secara tidak langsung juga mempengaruhi baik dan buruknya suasana hati kita? Ada dua pilihan yang bisa kita ambil. Pilihan pertama, ikut berteriak dan berdebat hingga api yang kecil semakin membesar. Pilihan kedua, adalah diam. Diam bukan berarti menyerah atau tanda setuju dengan perlakuan dan sikap tidak baik yang bertentangan dengan pemikiran dan batin kita. Diam, lebih pada sebuah pertahanan, yang akan meredam emosi tidak baik yang kemungkinan besar akan tersulut jika kita memilih masuk dalam perseteruan tiada guna.

Ada banyak yang ingin dilakukan, ditulis, dan disampaikan, namun jika diekspos untuk bisa dibaca dan dirasakan oleh banyak orang perlu difilter terlebih dahulu. Perlu skill untuk bisa meluapkan rasa dengan bijaksana, karena apa yang kita tulis atau katakan akan berpengaruh pada orang lain.

Bagaimana jika sebaliknya, bagaimana jika kita yang terpengaruh suasana hati orang lain akibat sebuah kalimat yang ditulisnya? Hal-hal yang terjadi di luar kendali dan tidak bisa diprediksi sebelumnya telah menciptakan bad mood, apalagi terjadi pada jam-jam awal di pagi hari saat kita baru saja memulai rutinitas. Tiba-tiba muncul keinginan untuk lari dari situasi yang sedang terjadi di depan mata.

Tarik nafas dalam-dalam lalu diam. Bukan diam selamanya, namun diam sementara, sebagai langkah awal sikap aman yang tidak memungkinkan kita untuk bersikap gegabah.
(Rd)

Thursday, 30 April 2015

#BeraniLebih Berbeda dari Hal yang Dianggap Umum

Kehidupan normal yang dianggap wajar oleh sebagian orang, sempat menjadi tujuan hidup saya. Lulus kuliah lalu bekerja, setelah itu menikah dan memiliki anak. Sama sekali tidak terpikirkan untuk meninggalkan karir yang sudah dirintis susah payah mulai nol dengan kemampuan diri sendiri. Tidak memakai bantuan orang dalam meskipun saya memiliki koneksi dalam suatu instansi ternama yang tidak lain adalah saudara sendiri.

Berbekal rasa percaya diri dan semangat menggebu-gebu, saya merangkak sekuat tenaga hingga mendapatkan penghasilan sendiri. Sejak tidak bergantung pada orangtua saya merasa sangat lega. Siapa yang menyangka jika setelah menikah dan melahirkan dua orang putri, saya justru lebih nyaman untuk selalu berada di dekat anak-anak. Rencana untuk kembali bekerja setelah anak-anak lahir pun kandas. Di saat kedua adik saya melejit dengan karirnya masing-masing, saya sebagai anak tertua justru melepas karir yang cemerlang.

Sedikitpun tak ada rasa takut untuk terpuruk meski sempat dijuluki sebagai anak yang paling gagal dari tiga bersaudara. Sedih, sakit hati dan kecewa sempat terlintas namun tetap saja bisa kembali fokus pada apa yang paling penting di hadapan saya saat ini, yaitu anak-anak. Berani menjadi berbeda dengan saudara-saudara saya merupakan langkah awal untuk tidak selalu mengikuti pemikiran orang lain yang dianggap wajar namun bertolak belakang dengan kata hati saya.

Setelah anak-anak mulai memasuki usia sekolah, saya mulai mendaftarkannya pada sebuah kelompok bermain. Awalnya hanya agar si anak belajar bersosialisasi namun pada kenyataannya karena sesuatu hal anak-anak saya sempat tidak mau sekolah. Tidak terbersitpun pemikiran untuk memaksa mereka masuk kelas saat mereka merasa tidak nyaman. Mungkin karena pergaulan yang dirasa masih sulit untuk mereka masuki, atau karena tekanan dari suasana sekolah yang asing, anak saya menjadi tidak mau sekolah. Meski pihak guru menegur saya karena dianggap menyerah pada kemauan anak, saya tetap bersikukuh untuk tidak memaksa si anak sekolah. Saya sungguh tidak tega melihat anak saya menangis dalam kelas hingga ia meraung-raung dan mengulurkan tangannya pada saya yang terpisah oleh tabir kaca.

Saya juga tidak terlalu menurut pada saat pihak guru tidak memperbolehkan orangtua menunggui putra-putrinya di sekolah. Saya merasa ini adalah hak saya sebagai orangtua, menunggu si buah hati di luar kelas hingga selesai jam kelasnya. Kapan lagi saya bisa sedekat ini dengan anak jika tidak sekarang. Selagi sempat, saya akan memberikan waktu untuk anak-anak saya. Usia manusia tidak ada yang bisa menerka.

Di sekolah taman kanak-kanak itu, di saat teman-teman anak saya sibuk mendapatkan pelajaran tambahan sepulang sekolah, saya justru membiarkan anak-anak saya bebas setelah jam pelajaran usai. Tidak ada les pelajaran untuk kedua putri saya yang masih duduk di PAUD. Sayalah yang akan memberi mereka pelajaran tambahan, itupun melihat situasi hati mereka. Saya tidak mau latah seperti orangtua lain yang cemas jika putra-putrinya tidak bisa calistung meski masih duduk di bangku TK. #BeraniLebih berbeda dari orang lain sepanjang yakin bahwa langkah saya tepat, akan selalu saya lakukan.

FB : Rosita Dani
Twitter : @rositazh

Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Tulisan Pendek #BeraniLebih Komunitas @Light of Woman

Keliru dalam Memilih Partner

Kadangkala sebagai manusia yang tidak sempurna, kesalahan dalam menjatuhkan pilihan itu kerap kali terjadi dalam berbagai hal. Bagi saya, jika kesalahan kembali terulang hingga tiga kali berturut-turut bahkan lebih untuk hal yang sama merupakan sinyal untuk memperbaiki kualitas diri. Perlu diperhatikan untuk tidak terlalu cepat mengambil keputusan dalam waktu singkat meski sedang dihadapkan pada situasi layaknya memilih kucing dalam karung. Gampang-gampang susah, karena hanya berbekal insting yang terasah.

Memilih berteman dengan orang yang baru dikenal kurang lebih sama, apalagi teman tersebut yang akan menjadi partner dalam kerja. Saat dihadapkan pada kebebasan dalam memilih partner, maka saya akan menyeleksi beberapa teman. Meski saya tidak tahu bagaimana kemampuan teman tersebut dalam bidang yang belum pernah saya kerjakan bersama sebelumnya.

Jika di tengah jalan ternyata pekerjaan rekan kerja tersebut menunjukkan hasil yang tidak sesuai harapan, maka sudah menjadi resiko yang harus saya terima. Di sisi lain, saat itulah saya merasa telah salah menjatuhkan pilihan, untuk kemudian menjadikan diri lebih selektif di kemudian hari. Itupun jika masih ada kesempatan lain.

Bagaimana jika partner kerja tersebut bersifat permanen atau dalam jangka waktu yang lama? Akankah kita mengorbankan apa yang menjadi cita-cita hidup hanya karena tidak mendapatkan partner yang tidak sesuai. Semuanya kembali pada persoalan hati. Apapun yang terjadi di luar sana,tidak akan menjadi masalah besar jika kita tahu bagaimana berkompromi dengan diri sendiri.
(Rd)