Monday 23 September 2013

Terjebak

"Ayo, lekas tekan tombol keluar!" Prita memberi aba-aba pada Laura, adiknya.

"Tidak bisa, Kak! Susah sekali!" Laura merasa putus asa karena sudah mencoba berkali-kali.

"Apa maksudmu? Cepat lakukan. Jika tidak, kita semua akan mati!" Pekik Prita panik. Mereka terjebak dalam ruang bawah tanah. Ruang yang tidak mereka ketahui sebelumnya. Di bawah rumah tua itu, ternyata bersemayam benda-benda tua bersejarah yang menyimpan magis. Mereka berdua nekad menerobos masuk pintu terlarang itu.

"Ini semua salahmu, Kak! Kau yang telah menggiring kita ke sini." Laura semakin putus asa karena belum berhasil menekan tombol keluar itu.

"Apa maksudmu? Bukankah kau yang telah memaksaku menerobos pintu masuk itu!" Suara Prita meninggi.

Walaupun sudah mencoba berkali-kali, namun tangan Laura tetap tak dapat bergerak. Tiba-tiba saja tubuhnya diam seperti patung. Seakan ada yang mencoba menghalangi dengan sihir magic nya, tubuh Laura membatu. Semakin lama susah untuk digerakkan.

Sedangkan kaki Prita terjerat tali, yang entah darimana datangnya telah mengikat kuat kedua kaki Laura saat hendak menyelamatkan diri.

Kedua kakak beradik itu terjebak dalam ruang bawah tanah rumahnya sendiri. Setelah belasan tahun Kakek dan Nenek berhasil menjauhkan orang-orang terdekatnya dengan membuat pengaman pintu berlapis baja, namun kali ini berhasil ditembus oleh kedua gadis itu. Mereka baru berusia belasan tahun, namun telah berhasil memecahkan misteri rumah tua itu.

Sementara itu suara gemuruh semakin menggelegar. Semua yang ada di sekitarnya berguncang keras. Seakan bangunan yang ada di atasnya mau roboh dan menembus lapisan bawah tanah. Goncangan itu semakin keras dan bertambah paniklah kedua gadis itu.

"Gempa! Gempa! Cepat lakukan sesuatu Laura! Teriak Prita yang tak dapat berbuat apa-apa. Ia masih beberapa meter jauhnya dari pintu keluar. Sedangkan Laura hanya berjarak beberapa inchi dari pintu keluar. Sayang sekali tombol itu tak dapat diraihnya. Tubuhnya masih membatu.

Laura menangis, berteriak dan mengerang. "Toloooong! Toloooong! Adakan seseorang di luar sana?! Tolong bantu kami keluaaaar." Laura terisak putus asa. Air matanya meleleh, tubuhnya semakin mengeras. Ia akhirnya pasrah, kedua bibirnya menjadi kaku dan tak dapat digerakkan. Laura tak dapat lagi berteriak minta pertolongan.

Tiba-tiba terdengar suara dari balik pintu. Sesorang atau mungkin lebih berusaha mendobrak paksa pintu itu. Suaranya terdengar jelas sekali walaupun saling bersahutan dengan suara gemuruh dan benda-benda berjatuhan. Gempa itu langsung lenyap bersamaan dengan jebolnya pintu oleh sebuah buldozer yang dikemudikan oleh seseorang.

Suasana mendadak sunyi, hanya tersisa suara dari sebuah mesin yang dikemudikan oleh lelaki berambut putih. "Kakek! Kakek!" Teriak Laura penuh rasa haru. Air matanya tumpah ruah sambil berlari untuk memeluk Kakek. Lelaki tua itu tersenyum, sementara seseorang menyusul masuk ke dalam. Perempuan cantik yang juga berambut putih itu memeluk dan mengguncang-guncangkan bahu Laura. "Bangun Laura. Bangun Laura," suara Nenek membuat mata Laura terbuka.

"Nenek, Kakek. Kaliankah itu?" Laura membuka kelopak matanya. Tak ada siapa-siapa di sekitarnya. Suasana sunyi senyap. Terik mentari menyembul dari balik tirai yang tersingkap. Laura terjaga dari tidur siangnya. Ia bangkit dari tempat tidur dan berlari keluar kamar mencari Prita kakaknya.

"Kakaaak," tangis Laura meledak sambil memeluk Prita yang sedang menyiapkan makan siang di dapur.

"Kenapa? Mimpi buruk lagi?" Prita tersenyum.
"Kakek... Nenek..." Laura menangis sesenggukan. Beberapa hari ini Laura selalu memimpikan Kakek dan Nenek. Prita menyadari hal itu dan memeluk erat sang adik sambil berkata,"Mari kita berdo'a bersama-sama, agar arwah Kakek dan Nenek dilindungi oleh Allah di akhirat sana."
(RD)

No comments:

Post a Comment

Senang sekali Anda sudah mau berkunjung. Jika berkenan meninggalkan komentar di sini tempatnya... terima kasih.