Friday 12 February 2010

Semuanya serba tiba-tiba

Wajah Michan berkeringat, ia toleh ke kanan kiri. Di bawah mejanya sudah tersedia buku contekan. Suasana kelas sunyi, tak ada yang berani bersuara. Pak Rif sangat ketat menjaga ujian. Michan yang duduk di sebelahku semakin lama semakin gusar, berkali-kali ia melihat jam di dinding. Sekilas kulihat kertas jawabannya sebagian besar masih kosong. Kasihan, ingin aku membantunya walau hanya sedikit, tapi akupun tak kuasa menghadapi penjagaan ketat seorang guru yang sangat galak. Aku hanya menghela nafas saat Pak Rif menoleh kearah Michan dan berjalan menghampiri meja kami di belakang. Kuhitung langkahnya, akupun menunduk. Kurang lima langkah lagi sampailah ia pada tujuan, sedangkan Michan tanpa sadar masih asyik membuka buku di atas pangkuannya. Tiba-tiba ada yang melempar sesuatu ke arahku. Ya Tuhan! Michan melemparkan buku itu di atas pangkuanku! Tak ada waktu lagi, Pak Rif sudah ada tepat di sebelahku. Tiba-tiba ia menunjukku dengan tongkatnya, disini… tepat di depan hidungku, hanya berjarak sekitar 5 cm jika ia tidak berhati-hati maka tertusuklah hidungku. Atau mungkin bisa juga masuk ke mulutku, karena tangannya tidak fokus mengarahkan tongkatnya. Ingin kupatahkan tongkat kecil itu, karena begitu tipisnya kayu itu, dengan kekuatanku yang saat itu sedang naik darah akibat perlakuan tidak senonohnya. Aku diam terpaku, bingung dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Reaksi apa yang harus kuberikan, dan bertanya-tanya apa reaksi dia selanjutnya jika benar-benar kupatahkah kayu itu. Tiba-tiba air mataku meleleh, dan aku menangis sejadia-jadinya. Ternyata nyaliku tidak sebesar seperti yang kukira. Atau mungkin aku terlalu kecil dan tak berdaya menghadapi seorang dewasa yang sedang marah, apalagi seorang guru sekolah dasar.

No comments:

Post a Comment

Senang sekali Anda sudah mau berkunjung. Jika berkenan meninggalkan komentar di sini tempatnya... terima kasih.