Tuesday 21 October 2014

Bun, Ini Foto Siapa

Beberapa foto itupun tercecer, setelah sebuah album foto lawas terjatuh dari rak buku. Gadis kecil 3 tahun itu sedang ingin mengobrak-abrik buku-buku yang sudah lama tak tersentuh. Rak buku nomer 3 dari bawah berhasil menarik perhatiannya, tingginya hampir sama dengan dirinya. Ia mengambil beberapa buku, lalu menarik semuanya hingga berjatuhan.

"Bun, ini foto siapa?" tanyanya sambil memungut beberapa lembar foto. Aku yang masih tenggelam dalam dunia fiksi hanya menoleh sejenak lalu membenamkankan muka dalam halaman buku. Kulirik sejenak apa yang tercecer itu, rasa ingin tahuku memuncak. Kuhampiri sang bocah.

Aku terhenyak sesaat, saat foto-foto itu tercecer. Tubuhku membungkuk perlahan sambil berusaha menangkap setiap wajah dalam lembaran usang itu. Tak membutuhkan waktu lama, aku segera mengingatnya. Kedua ujung bibirku terangkat, senyumku mengembang. Seketika memori ini terlempar jauh ke masa 17 tahun silam, saat dimana usiaku tepat 17 tahun.

"Bunda..! Ini siapaaa...?!" Si kecil masih memegang erat beberapa sisa foto, dan aku segera bangkit dari lamunan. Ia menyodorkan beberapa wajah familiar, yang selalu membuat jantung ini berdegup kencang.

Kembali ingatan itu membayang, saat dimana aku dengan susah payah menyorotkan kamera kodak langsung dari arena konser. Saat dimana aku terjepit di antara lautan ABG yang sedang mabuk kepayang. Remaja-remaja yang sedang terhipnotis dengan ketampanan dan kharisma 5 lelaki tertampan dari Irlandia. Wow, tak peduli tubuhku tergencet dan bermandikan keringat, kamera itu kuarahkan pada mereka, dengan kedua tangan terangkat dan kaki menjinjit.

Berulang kali tubuh ini limbung terdorong ke depan dan belakang. Bahkan berulangkali terbawa arus ke sana kemari sampai tergencet dan sesak nafas, kedua tangan ini masih mempertahankan sebuah kamera jadul hanya untuk mengabadikan keberadaan mereka di atas panggung.

Kedua mataku mengembun, jeda, tanpa suara.

"Bun...bun...ini foto siapa?"

(Rd)


foto dari sini

Saturday 11 October 2014

Aksi Membuat Kue

Bangun tidur pagi tadi sudah terpikir untuk baking. Meneruskan baking sebelumnya yang menurut saya masih jauh dari sempurna. Memang tidak ada yang sempurna, namun setidaknya mendekati penampakan seperti yang ada di majalah-majalah itu loh...hihi. Kalau soal rasa sih dijamin sudah top markotop, karena saya menggunakan bahan-bahan yang berkualitas. Tapi soal bentuk, masih perlu banyak belajar.

Kali ini saya akan membuat kue sus. Dulu, pertama kali membuat kue ini hasilnya sangat mengecewakan, tidak mengembang sempurna alias bantat. Kecewa? Tidak juga... karena saya sudah memperkirakan hal tersebut sedikit banyak pasti akan saya alami. Soal rasa, hemm...tetap enyaaakk.. Ludes juga kue bantat dimakan anak-anak hihi...

Berikutnya mencoba lagi, hasilnya sukses masih bantat haha... Makin penasaran aja dibuatnya sampai tidak bisa tidur 7 hari 7 malam, halaah... Berikutnya lagi sudah bisa mengembang walau tanpa pengembang buatan. Horeeee! Tapi kuenya lengket di loyang, tidak bisa diambil, alamaaaak... jadinya bolong-bolong deh waktu diangkat. *nangis bombay

Berikutnya, untuk yang kesekian kali saya mulai berdamai dengan keadaan. Ada satu resep jitu yang mempengaruhi proses baking, harus dilakukan dengan hati riang! Wow... jadi kalau lagi bad mood atau capek setengah hidup, mending jauh-jauh deh dari oven.. *hush. Ternyata oh ternyata, berhasil saudara-saudari... Ini ada beberapa foto yang sempat saya abadikan dari pawon RD.



(Rd)

Thursday 9 October 2014

Antara Perolehan dan Usaha

Memang ya, sepanjang pengamatan saya tentang perolehan dan seberapa besar usaha untuk mendapatkan sesuatu berbanding lurus. Sebesar apa yang kita usahakan maka akan sebesar itu pula hasil yang kita dapatkan. Jika ada cara-cara curang untuk mendapatkan hasil yang besar dengan usaha yang kecil mungkin pernah ada, namun tidak akan bertahan lama.

Gambar dari sini

Lihat saja orang-orang yang mendapatkan pekerjaan tidak dengan hasil usahanya sendiri, ada unsur nepotisme atau kecurangan lain untuk mendapatkan sesuatu. Kehidupan orang-orang seperti ini biasanya dipenuhi konflik. Cepat atau lambat pekerjaan tersebut akan hilang dari kehidupannya, entah karena tidak adanya ketenangan hidup, hingga membuatnya tidak betah lalu akhirnya mundur. Bisa juga adanya permasalahan intern dengan rekan kerja atau konflik dalam rumah tangga yang disebabkan tidak barokahnya pendapatan untuk menghidupi keluarga, dsb. Saya percaya ada suatu ketidakberkahan dalam rejeki yang ia hasilkan dari sesuatu hal yang didapatkan tidak sebagaimana mestinya.

Manusia diberikan rejeki oleh Tuhan sesuai dengan jerih payahnya. Jadi segala apa yang tidak sesuai dengan besarnya usaha dan ternyata bisa diperoleh dengan cara curang bukanlah sesuatu yang patut untuk dipertahankan.

(Rd)