Friday 31 January 2014

Tidak Sekedar Copy Paste

Salah satu hal yang saya suka setelah menulis adalah kepuasan batin. Kupu-kupu yang beterbangan dalam dada ini serasa bebas lepas terbang liar ke alam terbuka. Sketsa benang yang masih menjadi simpul dalam otak seakan terurai panjang dan menemukan tempatnya di luar sana. Sungguh, balasan setimpal atas usaha untuk merajut kata dalam kalimat, dan merajut kalimat dalam sebuah cerita.

Lalu apa yang dirasakan oleh mereka yang kerap kali melakukan copy paste hasil karya orang lain dan menyajikannya kembali ke hadapan publik tanpa mencantumkan dari mana sumbernya, atau bahkan menyatakan bahwa tulisan tersebut adalah hasil karyanya. Apakah ada kepuasan batin yang didapat, yang ada malah rasa horor yang terus meneror selagi tulisan hasil jiplakannya menyebar luas.
(Rd)

Foto : seharusnya yang menyalin menyertakan sumbernya

Wednesday 29 January 2014

Tidak Sekedar Ikut-ikutan


Memiliki pendirian itu penting. Berlatih agar tidak tertular sifat latah, akan berpengaruh pada pembentukan pribadi seseorang. Sejak masih kecil perlu dibiasakan untuk berekspresi sesuai jalur kesopanan dan agama, tidak terlalu mengekang kebebasan anak dalam berpendapat dan berperilaku. Dengan demikian si anak akan memiliki rasa percaya diri yang tumbuh alami seiring bertambahnya usia. Tidak tergerus oleh pengaruh luar yang menyesatkan. Awalnya mungkin hanya ikut-ikutan, namun hal seperti itu akan menjadi kebiasaan. Apabila tidak sama dan menjadi berbeda dengan teman sebaya, akan turun rasa percaya dirinya. Hal itu akan mendorong sifat meniru dan mematikan kreativitas, malas berpikir, dan malu menjadi berbeda dibanding teman-temannya, walaupun berbeda itu artinya menjadi lebih baik di mata orang-orang bijak dan menjadi ketinggalan jaman dari kacamata teman sebaya.

Ada kekhawatiran dalam diri ini sebagai orang tua memperhatikan perkembangan remaja jaman sekarang, walaupun remaja yang jauh lebih baik lebih banyak jumlahnya. Namun yang tampak heboh di mata saya karena selalu terekspos oleh media televisi, yaitu remaja-remaja yang kerap kali menjadi penonton bayaran acara live beberapa acara di stasiun televisi. Mereka bersorak-sorai meramaikan suasana, menari, menyanyi dan menirukan gaya sesuai arahan sutradara. Demi menaikkan rating, pihak stasiun tv memberdayakan sejumlah remaja untuk diposisikan sebagai penonton yang selalu ramai dengan tepuk tangannya, teriakan-teriakan histeris saat sang idola naik di atas panggung, dan sesekali ikut menari bersama sang artist sebagai penari latar.

Dari sisi mana sikap mereka yang layak dikatakan sebagai calon pemimpin bangsa, jika disuruh kesana kemari mereka ikut, disuruh begitu begini mereka menurut. Apakah sebagian dari generasi muda sudah terkena wabah membeo? Semoga saja tidak, semoga saja hanya sebagian kecil dari mereka yang seperti itu. Saya yakin di luar sana masih banyak pemuda pemudi yang tidak sekedar ikut-ikutan, bertahan dengan hasil karya mereka sendiri, bertumbuh dengan pemikiran-pemikiran inovatif dan tak lepas dari benteng iman.
(Rd)

Tuesday 28 January 2014

Masa Lalu


Wanita itu terdiam, kedua bola matanya tak berkedip. Ia memandang sosok gadis yang sedang menangis setelah terlepas dari dekapan seorang lelaki di dekat area sebuah stasiun. Mereka sempat berpelukan dan sang lelaki membisikkan kata-kata yang membuat sang gadis menangis. Adegan dramatis itu sempat menarik perhatian beberapa orang yang melintas. Rupanya mereka sepasang kekasih yang hendak dipisahkan oleh jarak. “Apa yang sedang Anda lihat, Bu?” tanya rekan sejawatnya, karena kedua sosok yang sempat menjadi perhatian tersebut sudah tak nampak lagi. Wanita itu tersenyum. “Sebuah masa lalu,” jawabnya.

Rekan sejawat itu sedikit tak paham, namun tak ingin mempertanyakan lebih dalam lagi. Ia memilih untuk diam dan membiarkannya hanyut dalam sebuah pemikiran. Keduanya berjalan beriringan memasuki sebuah kantor yang tak jauh dari stasiun, tempat dimana mereka bekerja.

Baru saja menginjakkan kaki ke dalam ruang kantor, tiba-tiba dari ruang sebelah terdengar suara orang yang sedang berdebat. Meski samar, namun kata terakhir sempat terdengar jelas terbawa angin. “B*ngs*t kau!” Kedua rekan kerja yang sedang berselisih paham dan gagal mengendalikan emosi membuatnya kembali tercengang. “Apa lagi yang sedang Anda pikirkan, Bu?” tanya rekan sejawat yang sedari tadi selalu memperhatikan sikapnya. Lagi-lagi wanita itu hanya tersenyum sambil menjawab, “Masa lalu.”

Bagi wanita itu, mengumbar emosi di depan banyak orang adalah sebuah masa lalu. Menangis di depan umum dan mengumbar kemesraan bersama kekasih hingga mendramatisir seperti adegan sinetron adalah sebuah sifat kekanak-kanakan. Lalu gagal mengendalikan emosi hingga terlontar kata-kata kotor yang sudah pasti tidak senonoh adalah sebuah sifat kekanak-kanakan pula. Ia bersyukur sudah melewati masa-masa labil yang penuh ketidakdewasaan dan mulai memperbaiki diri.

Begitu berharganya sebuah perjalanan hidup. Bergitu berharga waktu yang sudah dihabiskan menuju sebuah kedewasaan. Pengalaman hidup, telah membuatnya berubah, menjadi lebih bijaksana.
(Rd)

Setengah Hati


Sejak awal Mardi nampak ragu, memasuki gedung perkantoran di mana ia diterima bekerja. Pada hari pertama sejak kemunculannya dan masuk dalam sebuah tim marketing sebuah perusahaan penerbitan, ia sudah menaruh setengah hati saja. Tak ada rasa percaya diri dan kemantapan hati untuk terjun bebas ke dalamnya, ia mencelupkan ujung jari kakinya saja. Alasannya, tempatku bukan di sini, ini bukan jurusanku, aku hanya menjalankan apa yang harus kujalankan, aku hanya ingin bertahan hidup dan mencari uang untuk sesuap nasi. Tak ada passion sama sekali. Raganya bagai robot yang digerakkan dengan paksa oleh sebuah remot.

Hari demi hari ia jalani dengan rasa hambar. Gaji ia terima secara berkala, namun semangat kerjanya semakin luntur. Seperti sebuah tanaman yang tak pernah diberi pupuk, ia biarkan raganya hanya memproduksi bunga dan buah tanpa mencari nutrisi untuk kebutuhannya bertahan hidup. Akarnya berhenti tumbuh, pasif dan pasrah menerima air yang hanya kebetulan melewatinya.

Bagaimana bisa menjadi besar dan tumbuh bersama sebuah profesi yang bahkan dirinya sendiri hanya memberi setengah hati. (Rd)

Monday 20 January 2014

Aksara dalam Gelap

"Apa yang sedang kau cari di sini" tanya Yen setelah memergoki Na berdiri mematung sambil menatap ke arah langit. Yen pun berusaha mencari objek yang mungkin sedang dicari Na, namun ia hanya menebak-nebak saja. Mungkin itu segumpal awan berbentuk panda seperti yang ia cari tempo hari, atau sekawanan burung pipit yang biasa lewat di daerah ini.

Tak ada suara yang terdengar dari bibir Na. Yen menoleh padanya, namun Na justru memejamkan matanya. "Jangan menggangguku, Yen," ucap Na tanpa membuka mata. Yen mengernyitkan dahi, namun ia tak mau memusingkan diri dengan sikap sahabatnya itu. Ia beranjak pergi dan segera menuju kamarnya.

Dalam kamar kos ryang tidak begitu besar, Yen merebahkan diri dalam gelap. Ia sengaja membiarkan laptop milik Na dan beberapa buku tergeletak begitu saja. "Mungkin otak Na sudah mampet, ia sedang kering inspirasi," begitu pikir Yen. Ia pun bersiap untuk melakukan ritual, yaitu tidur siang.

"Subhanallah," tersengar suara yang sempat mengagetkan Yen, "dari mana kau dapatkan ide ini?" Na hampir seperti setengah memeluk sesuatu. "Apa, Na? Apa yang kau maksud?" Tanya Yen masih setengah mengantuk. "Ini..! Tidakkah kau melihat semua aksara-aksara ini?" Pekik Na tertahan. "Aksara apa, Na?!" Yen semakin tak mengerti.

"Aksara dalam gelap," ujar Na entah dengan ekspresi seperti apa. Yen bahkan tidak bisa melihat apa-apa selain cahaya remang yang berasal dari laptop menyala. Tiba-tiba lampu dinyalakan oleh Yen, ia tidak mau dipusingkan oleh sikap lebay Na. "Sekarang namanya...aksara dalam terang," ujar Yen terkekeh.

Na segera memeluk sahabatnya, "Makasih Yen, berkat ulahmu memadamkan lampu, aku telah menemukan judul yang pas untuk tulisanku. Aksara dalam gelap."

(Rd)

Thursday 16 January 2014

Manusia

Manusia makhluk yang sangat luar biasa. Mengapa? Bandingkan mereka dengan makhluk Tuhan yang lain, tumbuhan dan hewan sungguh sangat tidak mampu melakukan aktivitas seperti yang dilakukan manusia. Dari hal yang sangat besar sampai hal-hal kecil menjadi kewajiban sekaligus kebiasaan manusia. Makan, mandi, mencuci merupakan beberapa kebutuhan. Ia harus makan minimal 3 kali sehari, setelah itu minum lalu mencuci piring kotor. Setelah itu kembali beraktivitas, seperti bekerja di kantor, menjaga anak, menyuapi, memandikan, menyeboki anak, membersihkan rumah, mencuci pakaian, memasak, bergaul, mengantar anak ke sekolah, membacakan dongeng, wow... Kalau melihat lebih detail lagi, manusia juga harus memotong kuku, mengoleskan pelembab kulit, membasuh muka khusus dengan sabun muka, keramas dengan shampo, sikat gigi dengan pasta gigi, mandi dengan sabun, membersihkan kamar mandi dengan karbol, mencuci baju dengan deterjen, memasak dengan beraneka ragam bumbu masak dan rempah-rempah yang bermacam-macam, membuat teh dengan air panas dan gula, membuatkan susu anak, menina bobokkan anak, lalu... Sebentar istirahat dulu (jeda).

Manusia juga melakukan : membersihkan debu yang menempel pada meja, jendela, rak buku. Lalu menonton televisi, menulis, membaca, menggambar, dan masih banyak lagi. Masih banyak yang belum tersebut. Sungguh kompleks aktivitas manusia, bahkan tubuh manusia itu sendiri adalah sebuah keajaiban. Ada berapa macam dan jumlah organ dalam manusia, jumlah pembuluh darah, daging, tulang, kulit, pori-pori, usus, sel darah. Subhanallah.
(Rd)

Wednesday 15 January 2014

Seberkas Cahaya

Untuk sesaat, tak ada pikiran apa-apa yang melintas saat saya mematikan lampu kamar, karena itu merupakan hal biasa yang selalu kami lakukan menjelang tidur siang atau malam. Bersama kedua putri saya yang masih balita, saya memutar musik penghantar tidur dalam kegelapan. Beberapa saat kemudian mereka sudah terlelap, yang terdengar hanyalah suara nafas yang naik turun.

Tiba-tiba kedua mata terfokus pada seberkas cahaya yang masuk melalui jendela kamar. Hanya dari situlah penerangan satu-satunya berasal. Ingatan saya langsung flash back ke periode beberapa puluh tahun silam, ketika saya masih anak-anak. Hal seperti ini kerap kali terjadi pada saat saya dan kedua adik saya dininabobokkan oleh Mama. Dulu, setelah lampu dimatikan, saya yang paling susah untuk tidur. Mungkin karena pengaruh dongeng atau cerita-cerita misteri, saya jadi takut akan gelap. Mata saya selalu tertuju pada seberkas cahaya yang muncul dari balik jendela. Berharap dengan mengetahui dari mana arah datangnya cahaya, akan lebih mudah menyelamatkan diri jika sewaktu-waktu ada monster atau makhluk jahat lain menyerang.

Bagi saya, seberkas cahaya sama dengan secercah harapan. Sama seperti orang yang sedang ditimpa masalah atau kesedihan, secercah harapan mampu memberikan kekuatan dan ketenangan batin untuk dapat melanjutkan kehidupan.
(RD)

Monday 13 January 2014

Mampukah Kita

Sakit, namun tak ada yang mengetahui karena tak terungkapkan. Pernahkah anda merasakan sakit namun tak memberitahukan pada siapapun karena tak ingin membebani yang lain. Pernahkan Anda merasa sakit namun tak mengungkapkan karena merasa tak akan ada yang memedulikan. Pada akhirnya semua dipendam seorang diri, bukan hanya rasa sakit namun juga terhadap setiap gejolak hati yang dirasakan. Semua dilakukan sendiri, Anda bahkan tidak mengetahui bahwa apa yang dilakukan baik atau buruk karena tak ada yang peduli. Konsekuensi terhadap setiap tindakan juga ditanggung sendiri.

Semua menganggap Anda adalah pribadi yang mandiri karena semua orang tidak mengetahui derita dalam batin, parahnya mereka hanya memerhatikan kegembiraan yang walaupun sedikit, telah membuat orang lain cemburu dan iri. Mereka menganggap Anda selalu diliputi kebahagiaan, nyaris tanpa kekurangan. Yang tampak hanyalah keglamoran dari sisi lain kehidupan Anda, sedangkan kesedihan yang Anda tutup rapat memberi kesan bahwa rumput di halaman Anda selalu tampak lebih hijau.

Mampukah kita menempatkan Allah sebagai penolong, sebagai teman, sebagai satu-satunya yang mampu memberikan ketenangan. Menyerahkan sepenuhnya nasib kita setelah berikhtiar penuh hanya kepada Allah.
(RD)

Friday 10 January 2014

Perubahan

Perubahan itu selalu ada. Dulu yang masih anak ingusan, sekarang menjadi dewasa. Dulu yang memiliki kebiasaan buruk, sekarang telah insyaf bahkan menyebarkan kebaikan tersebut dengan cara berprofesi sebagai guru maupun alim ulama. Dulu yang tak mampu mengendalikan emosi, sekarang menjadi penyabar dan selalu bijak dalam menghadapi setiap masalah.

Seorang kawan berkeluh kesah, bahwa setiap apa yang terucap dari bibirnya selalu dimentalkan oleh perkataan dan sikap suaminya. Tidak ada satu pendapatpun yang seirama dengan jalan pikiran pasangannya tersebut, walaupun hal yang benar sekalipun. Sepertinya sudah tidak ada lagi kepercayaan dan penghargaan yang diberikan untuknya. Bahkan, pada saat berdebatpun, ia mendapat julukan 'gobl*k' dan 'tak punya otak' dari suaminya tersebut.

 Beberapa tahun yang lalu kawan saya merupakan pribadi yang kurang bisa menguasai emosi, kurang bisa tenang sehingga ia tampak sebagai jiwa yang mudah meledak-ledak. Sekarang, yang duduk di hadapan saya adalah pribadi yang tenang, teduh, ikhlas dan selalu berusaha sabar dalam menghadapi ujian yang sedang menderanya. Mungkin karena ia telah dicap sebagai pribadi yang labil, sehingga tidak ada satu pun dari dirinya yang dapat diterima oleh suaminya sendiri, termasuk pernyataan yang mengandung kebenaran atau fakta. Saya hanya bisa terenyuh melihatnya terisak. Berulang kali saya tekankan kata sabar kepadanya. Perubahan itu selalu ada, seperti perubahan yang telah terjadi padanya. Allah tidak pernah tidur. InsyaAllah kebaikan selalu mengiringi orang-orang yang mau berubah ke dalam jalan kebaikan. (RD)

Wednesday 8 January 2014

Buah Alpukat

Dari awal kedatangan saya ke pasar tidak ada niatan untuk membelinya, namun karena penasaran dengan kerumunan yang saya lewati, mau tak mau hati ini tergerak untuk melirik barang apa yang sedang diperebutkan oleh ibu-ibu. Dari pandangan pertama saya langsung ngiler, di keranjang besar itu ada bertumpuk-tumpuk buah alpukat yang gemuk-gemuk. Barangkali daging buahnya melebihi tubuh saya yang kerempeng ini.

Sejak beberapa minggu yang lalu saya mencarinya, namun sangat susah dicari. Sekarang justru sedang meluber memenuhi salah satu stand di pasar. Mata saya mendadak bunglon, berubah hijau sehijau gundukan hijau di depan ibu-ibu itu. Mereka asyik meraba dan meremas, lalu menimbang dan memboyongnya dalam keresek hitam. Saya tercengang, tak tahu bagaimana cara memilih buah alpukat yang baik. Ini kali pertama saya membeli alpukat tanpa ditemani ibu. Beberapa saat kemudian tangan saya sudah asyik menimang satu persatu, tapi kemudian saya kembalikan lagi ke dalam keranjang, masih ragu apakah pilihan saya ini sudah benar. Duh, jadi bingung.

Tiba-tiba ada bisikan yang masuk ke telinga kanan saya. "Yang lonjong, Mbaaa.." suara itu membuat saya menoleh. Seorang ibu rupanya memahami kesulitan saya. Spontan saya mengangguk dan mengambil yang bentuknya lonjong. Sayang sekali sebagian besar memiliki bentuk yang bulat. Lalu pundak saya ditepuknya. "Yang kemerahan, Mbaaa.." ibu itu menambahkan. Saya menurut saja memenuhi kriteria yang diucapkan ibu tadi. Jadilah pagi itu saya membawa pulang satu keresek buah alpukat.

Sesampai di rumah segera saya buktikan, ternyata memang alpukat berbentuk lonjong dan kulit berwarna merah memiliki daging yang tebal dengan tekstur yang cantik sekali. Boleh juga sarannya. Alpukat mentega ini rasanya sangat lezat. Kalau sedang musim begini rasanya ingin setiap saat makan alpukat, dan ingin memborong lagi untuk persediaan di rumah. (Rd)

Tuesday 7 January 2014

Begitu Singkat


Kemaren waktu mengunjungi Gramedia Expo saya sempat terheran-heran. Rasanya begitu singkat, baru saja menjejakkan kaki melenggang melintasi sela-sela rak buku, memandang, memegang dan membaca sekilas sinopsis yang ada di belakang sampul buku, suami sudah mengajak pulang. Anak-anak juga sepertinya sudah lelah. Saya sampai terbengong-bengong. "Cuma segini kah?" batin saya. Ada rasa kecewa saat menuju meja kasir untuk membayar, yang berarti berakhir sudah hunting bukunya. Kami menuju ke tempat parkir, dan setelah menerima struck tagihan parkir tertera bahwa kendaraan sudah terparkir selama 1,5 jam. Saya terperanjat, bagaimana mungkin sudah selama itu, saya bahkan merasa baru menjejakkan kaki saja. Waktu terasa begitu singkat. Astaghfirullah. Semoga Allah masih berkenan memberikan waktu lebih lama lagi kepada kita. (Rd)

Monday 6 January 2014

Dingin

Dingin, menusuk tulang. Tak ada selimut, sehelai benang pun tak termiliki. Cukup selembar karton lebar menutup sebagian tubuh, dan trotoar sebagai pengganti kasur. Sementara di sana sini bertaburan gemerlap mercon dan kembang api. Warna-warni di angkasa sebagai pelipur hati yang gundah. Sementara ia sibuk mengalihkan konsentrasi pada suka cita di luar sana, agar rasa lapar di perut dan angin dingin yang berhembus di permukaan kulit tak begitu terasa.

 "Wow, begitu indah," batinnya. Kedua mata pun tak kuat menahan kantuk. Ia tersenyum saat membenamkan dirinya ke alam mimpi. Kupu-kupu beterbangan ke sana kemari, hinggap dari satu kuntum bunga ke bunga lain. Ia lemparkan pandangan ke hamparan hijau di sana. Tidak hanya ada satu rumpun mawar, berderet-deret tanaman bunga siap menyambutnya. Semua berayun-ayun diterpa angin semilir. Damai menyejukkan kalbu.

Tiba-tiba terik mentari menyengat kulit, sangat panas. Mendadak semua tanaman layu dan hangus. "Duk!" Ada yang menghantam perutnya. Ia terbangun dalam keadaan sakit di bagian perut. Seseorang telah menyaduk tubuhnya tanpa sengaja hingga terjatuh. Terdengar teriakan di mana-mana. Kepanikan tampak jelas setelah ledakan itu terjadi. "Kebakaran! kebakaran!" (RD)

Sunday 5 January 2014

Tentang Sampah

Apa salahnya jika terlihat oleh mata kita ada selembar tissue kotor tegeletak di lantai dekat kaki kita lalu tangan kita mengambil dan membuangnya ke tempat sampah? Tidak salah. Sungguh perbuatan yang mulia. Di saat semua mata tidak peduli, lalu kita memaksa raga untuk mengikuti hati nurani bahwa sampah sekecil apapun mengganggu pemandangan.

Bicara tentang sampah, kerap kali ditemui pengendara mobil dan motor bahkan pejalan kaki yang meninggalkan jejak berupa sampah di jalanan. Tidak ada rasa bersalah bahkan mereka merasa berhak dengan alasan jalan yang mereka lewati adalah milik umum. Kerap kali pemilik hewan peliharaan membawa hewan kesayangannya berjalan-jalan di tempat umum sekedar untuk buang hajat. Kotoran anjing di mana-mana, di jalan aspal sekitar kompleks perumahan, di rerumputan dalam kawasan taman umum, di pasir sekitar pantai, dsb. Jijik rasanya menyaksikan pemandangan seperti itu apalagi saat menyaksikan dengan mata kepala sendiri sang pemilik anjing tanpa rasa malu dan tanpa rasa bersalah menepikan anjing mereka unuk buang kotoran.

Kerap kali orang meludah di sembarang tempat, tak peduli jalan bekas air ludahnya akan terinjak oleh pejalan kaki yang lain. Semuanya terasa nyaman di benak mereka. Sungguh prihatin.
(RD)

Saturday 4 January 2014

Jangan Berhenti

Yang mampu menghargai diri kita adalah kita sendiri. Sepanjang membiarkan orang lain menyakiti atau menyepelekan kita, ya selamanya akan seperti itu. Coba kali lain kita beragumen atau membela diri lalu serahkan hasil akhirnya pada sang khaliq, mungkin bisa membawa perubahan lebih baik. Paling tidak kita sudah berusaha, tidak diam saja dan pasrah sebelum waktunya.

Bicara tentang pasrah, saya suka terbayang-bayang dengan sikap orang yang pasif. Maksudnya di sini orang yang tidak pernah berbuat untuk diri sendiri apalagi orang lain, sudah pasrah duluan. Ujung-ujungnya merasa tertinggal di tengah jalan lalu menyalahkan keadaan dan orang-orang yang meninggalkanya. Sebetulnya bukan niat ditinggal, tapi karena ia tak mau jalan akhirnya berhenti di tengah jalan. Sedangkan orang lain masih ingin melanjutkan perjalanan.

Semua orang sudah mengetahui bahwa hidup adalah sebuah perjalanan. Jadi kita semua harus berjalan, berlari atau melompat. Yang penting jangan berhenti. Kalau berhenti nanti jadi manusia yang hobi berkeluh kesah, mudah menangis, melow, bawaannya seperti orang ngantuk, suka ngelamun dan tidur.
(RD)

Friday 3 January 2014

Mendung Tak Berarti Hujan

Mendung tak berarti hujan, namun setidaknya bisa membuat orang lebih awas. Saat mendung menyelimuti langit, hal pertama yang diingat oleh sebagian orang adalah jemuran. Masih ada jeda untuk mempersiapkan datangnya hujan. Namun apakah kita sempat menyelamatkan cucian kering yang masih tergantung di tiang jemuran saat hujan mendadak deras, dan tidak ada tanda-tanda hujan sebelumnya. Biasanya mendung terbawa angin dengan tiba-tiba tanpa kita sadari, dan turunlah hujan tersebut. Mampukan kita menghadapi segala sesuatu secara tiba-tiba, tanpa ada persiapan sebelumnya. Tanpa ada firasat, saat kemudian ajal tiba?
(RD)

Pernak-pernik Manusia

Manusia itu makhluk yang paling detail. Dari mulai ujung rambut sampai ujung kaki ada semua peralatannya. Rambut disisir, dipotong, dicreambath. Muka discrub. Bibir diberi gincu. Jari diberi cincin, kuku dipotong, body disabunin. Kaki dipasang kaos kaki dan sepatu. Kepala diberi topi. Subhanallah masih banyak yang belum kesebut.

Penak- pernik manusia itu banyak sekali, ada sikat gigi, sikat wc, sikat semir. Semir ada untuk sepatu, untuk rambut. Untuk menulis kita perlu buku. Ada buku tulis, buku bergambar, buku untuk menggambar, buku kotak, buku halus. ck..ck..ck.. Pikiran manusia sungguh luar biasa. Allah memberi anugerah yang tak ternilai, sungguh manusia harus bersyukur. Bersyukur saat tidak sakit, karena jika sakit harus ke dokter atau minum obat. Sedangkan obat sendiri banyak macamnya, ada obat pusing, obat batuk pilek, sakit perut, sampai obat untuk penyakit yang lebih serius. Allahuakbar. (RD)

Thursday 2 January 2014

Istirahat Sejenak

Pada akhirnya semua bermuara pada kejenuhan, butuh jeda, butuh istirahat. Tidak perlu memikirkan bagaimana kelanjutannya, untuk mengendapkan rasa. Biar kekeruhan itu menghilang, lalu segera kita temukan kejernihan hati, kejernihan pikiran.

Pada saat berhenti itu kita hanya menepi, bukan balik kucing, bukan kabur untuk niat menghilang. Menepi ya menepi, minggir sejenak. Entah untuk sekedar minum, makan, menyeka keringat, ngobrol, mampir di masjid untuk sholat, dsb, untuk kemudian melanjutkan perjalanan.

Jalan masih panjang. Tidak usahlah ada putus asa, patah semangat, apalagi bunuh diri. Gesekan atau konflik itu biasa. Tuhan memang mengatur semua itu agar mampir dalam kehidupan kita. Suka dan duka, tangis dan tawa, begitulah adanya.
(RD)

Wednesday 1 January 2014

Tak Ada yang Sempurna

Mampu menikmati hal-hal sederhana merupakan anugerah, karena tidak semua orang mampu melakukannya. Sikap tidak menuntut segala sesuatunya agar menjadi sempurna, akan menumbuhkan rasa ikhlas, lalu mau menjalani kehidupan apa adanya karena sebuah keikhlasan. Kebahagiaan akan tumbuh sebagai kompensasi karena kita tidak mementingkan ego dan keinginan, melainkan lebih memerhatikan kebutuha.Dalam hal pemenuhan kebutuhan pun tidak serta merta terpenuhi karena adanya keterbatasan, baik itu berasal dari diri sendiri maupun lingkungan.
Dulu, seringkali saya berpikir panjang saat akan membeli sehelai baju, entah karena mempertimbangkan model, warna dan tekstur kain. Memerlukan waktu agak lama saat akan mendapatkannya, dan itu sangat menguras tenaga dan pikiran. Setelah mendapatkanya, saya coba di rumah, saya perhatikan sekali lagi, yang ada bukan rasa puas, justru kecewa karena selalu ada yang tidak saya sukai. Misalkan celana yang saya beli ternyata terlalu panjang hingga menjulur ke lantai. Biasanya baju baru tersebut saya endapkan begitu saja, tersimpan dalam lemari dalam jangka waktu yang lama dan belum terpakai. Namun sekarang saya berusaha menerima kenyataan, bahwa segala sesuatu sedikit banyak selalu mengandung kelemahan. Baju yang tidak sesuai dengan kriteria bisa dipermak, saya potong bagian yang kepanjangan lalu saya jahit kembali. Ada kepuasan tersendiri saat memakainya, karena benat-benar pas dengan selera saya. Begitu pula dengan setiap hal, seseorang ataupun sesuatu, selalu saja ada yang tidak pas di hati. Ketidaksempurnaan selalu ada, maka dibutuhkan sikap ikhlas untuk kemudian memperbaiki sesuatu tersebut atau justru membiarkan sajalah seperti apa adanya. Kenyamanan akan kita rasakan setelah kita ikhlas menerima. Jika kita merasa nyaman maka kebahagiaan akan tumbuh. (RD)