Tuesday 10 June 2014

Mengendap-endap

Ia mengendap keluar, takut ada yang mendengar. Pintu itu berhasil dibuka setelah lebih dari 5 menit ia mencoba. Si gadis kecil berjalan dengan kaki menjinjit, mulutnya meringis.

Wanti, gadis kecil berusia 5 tahun sedang dihukum Bunda karena terlalu banyak menonton televisi. Ia tidak boleh keluar dari kamar sampai film kartun kesayangannya berakhir. Sore itu pukul 5, televisi yang biasanya menyala di ruang keluarga tampak mati. Suasana rumah begitu sunyi. Rumah yang biasanya hingar bingar oleh suara televisi mendadak sepi. Hanya ada Ayah yang baru pulang dari kantor sedang duduk di atas sofa sambil menikmati secangkir teh hangat. Sementara koran sore ada di pangkuannya.

Wanti bersembunyi di balik almari besar, sehingga dari sana ia bisa melihat ayahnya. Ingin rasanya Wanti berlari dan mendarat di pangkuan sang Ayah, namun ia segera ingat bahwa dirinya sedang dihukum. Nyalinya langsung menciut dan tubuhnya kian mengerucut ketika duduk dengan posisi jongkok, tanpa suara.

Beberapa saat kemudian Ayah terlihat mengendus sesuatu, seolah-olah mencium bau tidak sedap. Hidung Ayah bergerak-gerak sambil menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, lalu berjalan mondar-mandir. Ia berbalik lagi dan akhirnya membungkuk di dekat meja seolah-olah sedang tercium bau tidak sedap di bawah meja. Wanti memerhatikan dari balik almari. Kedua bola matanya ikut mencari sesuatu yang kira-kira sedang dicari ayahnya. Beberapa saat kemudian Ayah berjalan menuju ke almari besar, Wanti terperanjat takut akan ketahuan. Hidung Ayah semakin cepat bergerak seperti gerakan hidung seekor marmut. Apa mungkin bau yang tidak sedap itu ada di dekat almari ini, pikir Wanti.

"Waaaa...!!" Teriak Ayah hingga mengagetkan Wanti. Kedua tangannya bersiap-siap seolah akan menangkapnya. Gadis kecil itu berlari dan keduanya tampak berkejar-kejaran.Suasana rumah mendadak menjadi gaduh.

"Ayaaah..!! Kenapa Ayah?" Wanti berteriak geli, sekaligus malu karena tempat persembunyiannya telah ditemukan.

Belum sempat rasa kagetnya hilang, tubuh gadis kecil itu lalu diiangkat ayahnya ke atas, lalu ditimang-timang dengan gemas. "Ternyata bau asemnya dari sini," kata Ayah sambil memeluk Wanti gemas. Sekonyong-konyong Wanti tertawa menyadari dirinya belum mandi.

Beberapa saat kemudian Bunda keluar dari dapur dengan membawa sepiring pisang goreng yang masih hangat, ia tertawa geli melihat tingkah laku keduanya.

"Ayo sini Wanti, Ayah, kita makan pisang goreng dulu. Sore itu mereka habiskan dengan bersenda gurau. Tanpa televisi yang menyala, kebersamaan mereka lebih terasa.
(Rd)

Foto : dokumentasi pribadi

No comments:

Post a Comment

Senang sekali Anda sudah mau berkunjung. Jika berkenan meninggalkan komentar di sini tempatnya... terima kasih.