Friday 27 September 2013

Dina dan Perpustakaan



 Dina tiba di perpustakaan sekitar pukul sembilan pagi. Hal asing yang sangat jarang ia lakukan adalah mengunjungi perpustakaan. Mulai saat ini ia harus membiasakan diri berkutat di dalamnya untuk kepentingan pembuatan skripsi.
Para mahasiswa sudah mulai berdatangan satu per satu memasuki pintu utama. Dina tampak ragu saat hendak memasukinya. Semua mahasiswa tampak percaya diri seolah-olah ini adalah rumah yang nyaman bagi mereka. Namun bagi Dina, tempat ini adalah bangunan asing yang menakutkan.
Kecemasan lebih banyak dirasakannya saat ia tidak mengetahui di bagian rak buku mana tempat diletakkan buku-buku yang sesuai dengan minatnya. Ia bingung mencari ke sana ke mari karena ini adalah kali pertama ia masuk perpustakaan. “Ah, apalah asyiknya tempat seperti ini, bukunya berdebu, tak ada yang baru dan kondisinya seperti buku loakan. “ Dina bergumam dalam hati. Namun diambilnya juga salah satu buku dan ia memilih bangku di sudut ruangan untuk membacanya.
Sebelum membuka lembaran buku, ia menyebarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tampak mahasiswa dan mahasiswi tengah asyik dengan bacaan masing-masing. Mereka seperti  menenggelamkan hidung  ke dalam lembaran buku. “Ya ampun, apa pula asyiknya berada dalam tempat suram seperti ini. Mana panas lagi.” Sekali lagi Dina mengeluh dalam hati. Apalagi seluruh tubuhnya bercucuran keringat akibat terkena pancaran sinar matahari dari balik kaca jendela.
Akhirnya ia tak tahan dan segera bangkit mengambil beberapa buku lagi untuk ia pinjam dan baca di rumah. Buku yang sekiranya berkaitan dengan judul skripsi yang ia pilih. Walaupun buku itu menjijikkan baginya, namun ia bertekad untuk mengalahkan egonya.
Sesampai di rumah hari sudah siang. Dina memilih untuk melepas penat dengan menonton televisi dalam kamar. Lalu sekitar pukul empat sore, Dina pergi ke dapur untuk membuat secangkir teh hangat untuk dirinya sendiri. Setelah itu ia naik ke atas loteng, tempat di mana ia biasa menghabiskan waktu di sore hari sambil menikmati sinar mentari yang hendak turun ke peraduan, tempat favorit Dina yang beratapkan langit walaupun ada beberapa lembar jemuran kering yang melambai-lambai oleh tiupan angin.
Ia meletakkan teh hangat dalam cangkir cantik itu ke atas meja. Dan ia juga meletakkan beberapa buku yang berasal dari perpustakaan tadi pagi. Sejenak mata Dina menerawang dan mengatur irama nafasnya sambil menikmati pemandangan langit di sore hati. Beberapa saat kemudian ia teguk minuman itu. Dan sejurus kemudian, ia mengambil salah satu buku untuk ditaklukkan. Dina geram, akibat suasana yang kurang nyaman tadi pagi di pepustakaan, maka ia tak dapat berkonsentrasi pada isi bacaan. Kini ia berhaap, dengan suasana tenang yang ia pilih di rumahnya sendiri, maka esensi bacaan itu akan mudah didapatkan.
“Uh, apa ini?!” Dina menepok jidatnya. “Aaaiittsshuuu…!!” diiringi bersin setelahnya. Buku itupun terlempar beberapa meter. Dina tiba-tiba bersin pada saat pertama kali membuka cover bukunya, dan Dina merasakan gatal di sekitar mukanya. Segera ia pungut kembali buku itu, tampak sebuah buku tua yang sudah berwarna kuning kertasnya, dan bau ngengat di tiap lembarnya. Apakah banyak kuman bersarang di dalamya sehingga kuman itu menempel di mukanya dan menimbulkan rasa gatal.
Dina menghempaskan diri duduk di kursi kembali. Pandangannya kembali menerawang jauh menikmati cakrawala. Dan beberapa saat kemudian langit menjadi gelap, adzan magrib berkumandang, Dina memutuskan masuk kembali ke dalam rumah walau belum berhasil membaca satu buku pun.(RD)
               

No comments:

Post a Comment

Senang sekali Anda sudah mau berkunjung. Jika berkenan meninggalkan komentar di sini tempatnya... terima kasih.