Monday 19 July 2010

Dilema yang terjawab

Saat kubuka tabir yg menyelimuti diri ini sepanjang malam, masih terasa kantuk di pelupuk mata, dan rasa enggan itu masih tetap bergelanyut membebani pundakku. Apa mau dikata, mau tidak mau waktuku sudah sampai. Waktu untuk memulai segalanya, walau hasrat sudah tak ada lagi.

Kucoba sekuat tenaga memaksakan hati dan raga ini untuk mulai bergerak. Persendian ini masih kaku dan bathin ini serasa ingin berontak. “Toloooong….hilangkan semua rasa yang membebani ini. Sudah waktunya mencari sesuap nasi,” teriakku dalam hati.

Hari ini adalah hari pertama aku mulai masuk kerja di sebuah perusahaan swasta di kota yang sangat panas ini. Kota yang penuh dengan polusi dan ketatnya persaingan untuk mencari sesuap nasi, juga kota yang penuh dengan hangar bingar kehidupan malam yang tak pernah sepi.

Sebelum beranjak keluar dari kamar peraduan tempatku menyembunyikan semua kesedihan untuk menghadapi hari ini, aku menoleh sejenak walau dengan hati menjerit tertahan pada wajah mungil buah hatiku tercinta, alasan utama aku mempertaruhkan segalanya yang kupunya.

Buah hatiku yang masih terlalu kecil untuk kutinggal mencari sesuap nasi. Semoga ada jalan terbaik sebelum aku benar-benar betah di kantor hingga melupakan semua keceriaan dan kelucuan putriku. Atau malah sebaliknya, aku tak kan pernah bisa tenang di tempat kerja, karena sepanjang hari selalu terbayang-bayang wajah mungil anakku. Ah…semoga ada mukjizat menghampiri.

Beberapa detik kemudian ponselku berbunyi, nomor asing yang membuyarkan lamunanku. Sesaat aku berbicara dengan seseorang di sana. Seketika itu juga aku menitikkan air mata. Inikah jawaban dari gundahku selama ini. Inikah titik terang dan keputusan yang kan mengubah hidupku. Inikah petunjuk dari yang kuasa atas semua pertanyaanku.

Naskahku diterima sebuah penerbit terkenal. Naskahku akan segera menjadi buku. Takdirku mengatakan aku harus menjadi seorang penulis. Senyum mengembang di wajahku. Ternyata Tuhan tidak membiarkanku meninggalkan putri tercintaku hanya untuk mencari sesuap nasi. Aku bisa bekerja dari rumah sambil menemani putriku.

Hari ini aku batal bekerja di kantor baru, dan akan mendatangi penerbit yang menerima naskahku, sambil membawa putriku.
Enhanced by Zemanta